Welcome to My website

Selamat datang di website pribadi saya. Tidak neko-neko, disini saya hanya ingin berbagi apa yang bisa saya bagi.

Terima kasih telah berkunjung...

Semoga Bermanfaat
OpulentDelicacy.com

Jumat, 01 April 2011

Biografi Mohammad Natsir Versi Majalah Tempo

Politik Mohammad Natsir di Tengah Dua Rezim Simak pula : Tan Malaka, M. Natsir, Mohammad Hatta, DN Aidit, Amir Sjarifudin, Sutan Sjahrir, Njoto, Untung, Sjam Kamaruzaman simak pula : 80 Tahun Sumpah Pemuda, Seabad Kebangkitan Nasional : Imaji Indonesia Dalam 100 Teks, Pergulatan Demokrasi Liberal Sebuah Pemberontakan tanpa Drama Hidupnya tak terlalu berwarna. Apalagi penuh kejutan ala kisah Hollywood: perjuangan, petualangan, cinta, perselingkuhan, gaya yang flamboyan, dan akhir yang di luar dugaan, klimaks. Mohammad Natsir menarik karena ia santun, bersih, konsisten, toleran, tapi teguh berpendirian. Satu teladan yang jarang. Lelaki dari Lembah Gumanti Masa kecil Mohammad Natsir dihabiskan di berbagai tempat. Mulai dari Alahan Panjang, Maninjau, Solok, hingga Padang. Tempo mengunjungi beberapa tempat di antaranya. Dendam Anak Juru Tulis Natsir sempat ditolak masuk sekolah dasar Belanda. Tak bayar iuran, ia pernah belajar kucing-kucingan. Menunggu Beethoven di Homan Di Bandung, sekolah Belanda dan dunia pergerakan membentuk jiwa perlawanan Natsir. Kutu buku yang suka menunggu orkes Homan. Setelah Diskusi Sore di Kampung Keling Di Bandung, jalan hidup Natsir berbelok. Perjumpaannya dengan A. Hassan dan keaktifannya di organisasi Islam membuat Natsir memutuskan menolak beasiswa ke Belanda. Ia pun mendirikan sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Bersikap Melalui Tulisan Natsir gencar mengkritik kaum nasionalis yang merendahkan Islam di majalah Pembela Islam. Tapi dia juga membela Soekarno Saat Mesra dengan Bung Karno Hubungan Natsir dan Soekarno amat akrab di awal kemerdekaan. Kepentingan negara di atas perbedaan pendapat pribadi. Menteri dengan Jas Bertambal Natsir membiasakan keluarganya hidup bersahaja. Dia sendiri memberikan teladan Arsitek Negara Kesatuan Mosi Integral merupakan karya utama Natsir sebagai bapak bangsa. Paduan kejelian membaca situasi dan kepiawaian melakukan lobi. Bung Besar dan Menteri Kesayangan Soekarno dan Partai Nasional Indonesia mendongkel kabinet Natsir. Masyumi dan Partai Komunis Indonesia seperti minyak dan air. Kalau Aku Mati, Ikuti Natsir Berbagai cara dilakukan Natsir untuk melunakkan hati Kartosoewirjo. Kendati gagal, Kartosoewirjo tetap menghormatinya. PRRI: Membangun Indonesia tanpa Komunis Dalam Masa Pengasingan Keterlibatan dengan PRRI membuat Natsir dan keluarga harus meninggalkan Jakarta setelah memanasnya konflik politik dengan pemerintah Bung Karno. Mereka mengarungi belantara Pasaman, Sumatera Barat. Seorang Besar dengan Banyak Teman Natsir dipuji sebagai pendengar yang sabar. Hidupnya tak pernah sepi dari kawan dengan berbagai sifat dan aliran politiknya. Mohammad Natsir Adnan Buyung Nasution: Dasar Negara Islam tak Bisa Dipaksakan Tangis untuk Mangunsarkoro Natsir dikenal sebagai pejuang politik Islam yang gigih. Dan dia penganjur terdepan pergaulan multikultural. Mohammad Natsir, Pemikir-Negarawan Surat untuk Tengku Abdul Rahman Dari dalam tahanan, Natsir mendorong pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia. Orde Baru tak membalas jasa itu. Baju Pengantin buat Bambang Hubungan Natsir dan Soeharto tergolong dingin. Tapi kedua putri tokoh itu sering saling berkirim penganan. Natsir, Politikus Intelektual Berpetisi tanpa Caci Maki Suara kritis Natsir tak lekang oleh usia tua. Aktivitasnya di Petisi 50 menunjukkan ia demokrat sejati. Generator Lapangan Dakwah Setelah Soekarno melarang Masyumi dan Soeharto menolak memulihkannya, Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Giat bersuara antisekularisasi. Aba, Cahaya Keluarga Demokratis dalam mendidik anak-anak, Natsir selalu menyampaikan pesan-pesannya dengan tersirat. Semua Bermula di Jalan Lengkong Natsir menggagas lahirnya perguruan tinggi swasta Islam di Indonesia. Memadukan pendidikan Barat dan Timur. Beberapa Kenangan Belasan tahun berpulang, Natsir masih dikenang secara khusus dalam ingatan banyak orang. Berikut ini beberapa petikan pengalaman sejumlah tokoh yang mengenal Natsir secara pribadi.

Syekh Albani; 'Ulama Hadits Abad Modern

Hadis merupakan salah satu rujukan sumber hukum Islam di samping kitab suci Alquran. Di dalam hadis itulah terkandung jawaban dan solusi masalah yang dihadapi oleh umat di berbagai bidang kehidupan. Berbicara tentang ilmu hadis, umat Islam tidak akan melupakan jasa Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani, atau yang lebih dikenal dengan Syekh al-Albani. Ia merupakan salah satu tokoh pembaru Islam abad ini.
Karya dan jasa-jasanya cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu hadis. Ia berjasa memurnikan ajaran Islam dari hadis-hadis lemah dan palsu serta meneliti derajat hadis. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H (1914 M) di Ashqodar (Shkodra), ibukota Albania masa lampau. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya secara materi, namun sangat kaya ilmu, khususnya ilmu agama. Ayahnya, al-Haj Nuh, adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari’at di ibukota negara kesultanan Turki Usmani (yang kini menjadi Istanbul). Ia wafat pada hari Jumat malam, 21 Jumadil Tsaniyah 1420 H, atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999, di Yordania.
Ketika Ahmet Zogu berkuasa di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syeikh al-Haj Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang) dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Dari sana, ia sekeluarga bertolak ke Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syekh al-Albani kecil mulai mempelajari bahasa Arab. Ia masuk sekolah madrasah yang dikelola oleh Jum’iyah al-Is’af al-Khairiyah. Ia belajar di sekolah tersebut hingga kelas terakhir dan lulus di tingkat Ibtida’iyah. Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya langsung kepada para ulama. Ia belajar Alquran dari ayahnya sampai selesai, selain juga mempelajari sebagian fiqih mazhab Hanafi. Ia juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul. Keterampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya.
Pada usia 20 tahun, ia mulai mengkonsentrasikan diri pada ilmu hadis lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar, sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya’ Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali. Kegiatan Syekh Al-Albani dalam bidang hadis ini ditentang oleh ayahnya yang berkomentar, ”Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit.”
Namun, Syeikh al-Albani justru semakin menekuni dunia hadis. Pada perkembangan berikutnya, al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan az-Zhahiriyah di Damaskus. Disamping juga meminjam buku dari beberapa perpustakaan khusus. Karena kesibukannya ini, ia sampai-sampai menutup kios reparasi jamnya. Ia tidak pernah beristirahat menelaah kitab-kitab hadis, kecuali jika waktu shalat tiba.
Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudian ia diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, ia menjadi makin leluasa dan terbiasa datang sebelum pengunjung lain datang. Begitu pula, ketika orang lain pulang pada waktu shalat zuhur, ia justru pulang setelah shalat isya. Hal ini dijalaninya selama bertahun-tahun.
Menulis dan mengajar
Semasa hidupnya, beliau secara rutin mengisi sejumlah jadwal kajian yang dihadiri para penuntut ilmu dan dosen-dosen untuk membahas kitab-kitab. Dari sinilah kemudian ia banyak menulis karya ilmiah dalam bidang hadis, fiqih dan akidah. Karya-karya ilmiahnya ini membuat beliau menjadi tokoh yang memiliki reputasi yang baik dan sebagai rujukan alim ulama.
Oleh karena itu, pihak Jami’ah Islamiyyah (Universitas Islam Madinah) meminta beliau untuk mengajar hadis dan ilmu-ilmu hadis di perguruan tinggi tersebut. Beliau bertugas selama tiga tahun, dari 1381 H sampai 1383 H. Setelah itu ia pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan Yordania meminta Syekh al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada program pasca sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di Kerajaan Yordania.Tetapi situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu.
Pada tahun 1395-1398 H ia kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam’iyah Islamiyah di sana. Di negeri itu pula, al-Albani mendapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab Saudi berupa King Faisal Foundation atas jasa-jasanya dalam mengajarkan ilmu hadis pada tanggal 14 Dzulqa’idah 1419 H.
Sebelum berpulang, Syekh Al-Albani berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa buku-buku yang sudah dicetak, buku-buku hasil fotokopi, manuskrip-manuskrip (yang ditulis olehnya ataupun orang lain) seluruhnya diserahkan kepada pihak Perpustakaan Jami’ah Islamiyyah.
Karya-karya beliau amat banyak, ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa manuskrip dan ada yang hilang. Jumlahnya sekitar 218 judul. Karya yang terkenal antara lain: Dabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah, Al-Ajwibah an-Nafi’ah ‘ala as’ilah masjid al-Jami’ah, Silisilah al-Ahadits ash Shahihah, Silisilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, At-Tawasul wa anwa’uhu, dan Ahkam Al-Jana’iz wabida’uha. Di samping itu, beliau juga memiliki buku kumpulan ceramah, bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat, dan buku berisi jawaban-jawaban tentang berbagai masalah yang yang dihadapi umat Islam.
Kritikan yang Menuai Penjara
Kejelian dalam menganalisa hadis telah membuka cakrawala baru bagi Syekh al-Albani. Ia sering dihadapkan kepada kenyataan hidup yang menyimpang dari tuntutan Rasul. Praktik-praktik agama sehari-hari yang dipandang sebagai Sunnah rasul oleh sebagian anggota masyarakat sebenarnya tidak lain dari bid’ah (penyimpangan dalam agama) yang tidak beralasan. Ia juga harus berhadapan dengan gejala fanatik mazhab yang berkembang di kalangan ulama, termasuk ayahnya sendiri yang sangat mengkultuskan mazhab Imam Abu Hanifah. Al-Albani akhirnya membulatkan tekad untuk menghapuskan praktik-praktik keagamaan yang tidak benar ini melalui berbagai pengarahan kepada masyarakat.
Al-Albani mengakui banyak terpengaruh oleh metode penelitian akademis seperti dilakukan oleh Rasyid Ridha, terutama dalam meneliti warisan pengetahuan Islam. Karya ilmiah Islam pertama yang ditelitinya adalah buku Ihya’ Ulumi ‘d-Din karya Imam al-Ghazali. Beliau mulai tertarik dengan karya ini setelah membaca sebuah essai yang ditulis oleh Rasyid Ridha. Beliau telah mengumpulkan berbagai tanggapan yang ditulis tentang buku Ihya’ Ulumi ‘d-Din dan meneliti semua hadis serta sumber yang dipakai Imam al-Ghazali dalam buku ini.
Beliau tidak segan-segan merevisi pendapat ulama-ulama mujtahidin bila berdasarkan pengamatan beliau, para ulama tersebut ceroboh dalam mempergunakan hadis atau jauh dari jiwa syari’at Islam. Beliau tidak peduli apakah yang ceroboh tersebut adalah imam mazhab seperti Abu Hanifah atau Ibnul Qayyim al-Juaziyah dan Ibnu Taimiyyah, apalagi ulama-ulama belakangan yang lebih banyak mendalami pengkajian mazhab tetapi kurang hati-hati dalam menggunakan sabda Rasul. Justru kritikan semacam ini kadang-kadang membuat beliau bentrok dengan ulama-ulama setempat yang merasa kewibawaan mereka terlangkahi.
Selanjutnya campur tangan penguasa politik pun sulit untuk dihindari karena pendapat beliau dianggap menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Sebagai akibatnya, Syekh al-Albani pernah mendapat pencekalan dan mendekam dalam penjara karena mempertahankan kebenaran pendapatnya. Tercatat beliau dua kali mendekam dalam penjara. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan.
Kendati banyak yang tidak menyukainya, namun tidak sedikit juga ulama-ulama dan kaum pelajar yang simpati terhadap dakwah beliau sehingga dalam majelisnya selalu dipenuhi oleh para penuntut ilmu yang haus akan ilmu yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah.

Paket Kilat Hidup:Lahir-Kanak-kanak-Muda-Tua dan Mati

Kematian menjadi topik dominan dalam hati saya dalam beberapa bulan ini. Baik oleh karena gambaran nyata “pergi”nya beberapa anggota garis nasab keluarga, “kegelisahan” hati sahabat akan kematian, hingga sekedar pertanyaan seberapa dekat manusia dengan hidup dan mati. Sejengkalkah? Sehasta ataukah sedepa? Atau memang tidak ada jarak sama sekali. Bagai pegulatan batin yang “melelahkan” melebihi sekedar kekuatan jasad fisik saat memanggul tugas rutin kehidupan.
Lagi, Saya terkesima dengan penjelasan Adnan Okhtar. Manusia menurutnya tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap tanggal dan tempat kelahirannya. Sebagaimana halnya, ia tidak pernah mengetahui di mana atau bagaimana ia akan meninggal. Lebih lanjut lagi, seluruh usahanya untuk membatasi faktor-faktor yang berpengaruh negatif bagi hidupnya adalah sia-sia dan tanpa harapan.
Setiap manusia harus menghabiskan sebagian waktu hariannya untuk

Dosa Tak Terampuni

Allah SWT tidak hanya Maha “Ghafuur” (pengampun) tapi juga Maha “Afuwwun” (penghapus) terhadap segala macam dosa (Q.S. Az-Zumar : 53) di mana bila Dia berkenan mengampuni dosa seseorang, maka dihapuslah seluruh dosa dari diri orang tersebut. Sehingga yang bersangkutan tak ubahnya orang yang tidak pernah berbuat dosa (Hadits).
Prinsip ini berlaku bagi segala jenis dosa, terkecuali, “kufur” dalam berbagai bentuknya, di antaranya “syirik”, yang apabila seseorang sampai

Terapi Al-Qur'an untuk Hidup Sehat

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kesehatan umatnya. Dan ternyata, ibadah yang sehari-hari kita lakukan tidak hanya berdimensi ritual yang berpahala, tapi juga mempunyai manfaat dari sisi kesehatan. Bacaan Al-Qur’an dan bacaan shalat, misalnya,mengandung hikmah mencegah dan menyembuhkan penyakit.
Informasi tersebut bisa kita dapatkan dari buku “The Holy Qur’an” karya Ir Abduddaim Kahel yang diterbitkan oleh Kalim Publishing. “Buku ini menjelaskan secara gamblang, bahwa kita bisa mencegah dan menyembuhkan penyakit dengan terapi suara bacaan Al-Qur’an dan bacaan shalat. Jadi, kalau bacaan Al-Qur’an dan bacaan shalat kita benar, insya Allah sangat besar hikmahnya dalam bidang kesehatan,” kata owner Kalim Publishing, Bambang Suprianto.
Ia menambahkan, terapi suara bacaan Al-Qur’an dan bacaan shalat itu tidak hanya berfungsi

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More