Welcome to My website

Selamat datang di website pribadi saya. Tidak neko-neko, disini saya hanya ingin berbagi apa yang bisa saya bagi.

Terima kasih telah berkunjung...

Semoga Bermanfaat
OpulentDelicacy.com

Jumat, 24 Juni 2011

Daulah Umayah I (661-750 Masehi)

Ini adalah periode pemerintahan Islam di bawah kekuasaan Keluarga Umayah. Para ahli sejarah mengatakan kekuasaan ini berawal pada tahun 40 Hijriah atau 661 Masehi. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah anak Abu Sofyan. Abu Sofyan adalah pemimpin Mekah yang menentang Rasul. Ia masuk Islam setelah kota Mekah ditaklukkan oleh pasukan Islam dari Madinah.

Muawiyah semula adalah Gubernur Syria berkedudukan di Damaskus. Ia memberontak pada Khalifah Ali bin Abu Thalib, sampai Ali wafat dibunuh orang Khawarij. Pengikut Ali kemudian mengangkat Hasan -anak Ali-sebagai khalifah baru. Namun Hasan, yang tak ingin konflik, lalu mengikat perjanjian damai dengan Muawiyah. Jadilah Muawiyah penguasa tunggal masyarakat muslim waktu itu.

Muawiyah memindah ibukota negara dari Madinah ke Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa. Tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan sendiri secara biasa. Muawiyah meniru sistem kerajaan untuk dirinya. Ia hidup bagai raja -dalam benteng, bergelimang kemewahan, bepengawalan lengkap dengan kekuasaan mutlak. Untuk jabatannya, ia menyebut diri sebagai "khalifatullah" ("wakil" Allah di bumi) -istilah yang banyak dipakai para sultan kemudian.

Banyak yang diperbuat oleh Dinasti Umayah. Antara lain dengan membangun dinas pos -termasuk penyediaan kuda dan perlengkapannya. Mereka juga mengangkat Qadi atau hakim sebagai profesi. Khalifah Abdul Malik mencetak uang sendiri dengan menggunakan tulisan Arab sebagai pengganti uang Byzantium dan Persia. Administrasi pemerintahan dibenahi. Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi pemerintahan.

Langkah ini dilanjutkan oleh anak Abdul Malik, Walid (705-715 Masehi). Ia membangun panti-panti asuhan untuk orang-orang cacat. Pekerja untuk rumah-rumah tersebut dibayarnya sebagai pegawai. Walid juga membangun infrastruktur berupa jalan-jalan raya yang menghubungkan antar wilayah. Selain itu ia juga membangu gedung-gedung pemerintah, masjid-masjid, bahkan juga pabrik. Di masanya, masyarakat mencapai puncak kemakmurannya.

Namun khalifah yang paling banyak dipuji adalah Umar bin Abdul Aziz (717-720). Ibunya adalah cucu Umar bin Khattab. Ia lebih menekankan pembangunan moral dan sosial dibanding fisik. Ia menolak jika dipilih menjadi khalifah semata karena dirinya anak khalifah. Ia bahkan merangkul musuh-musuh Dinasti Umayah, termasuk kelompok Syi'ah, untuk memilih khalifah yang baru. Sampai kemudian semua sepakat untuk memilihnya sebagai khalifah.

Umar memberikan kebebasan beribadah kepada masyarakat dari semua kelompok agama. Pajak yang membenani masyarakat pun ia peringan. Ia juga disukai orang-orang non-Arab atau 'mawali'. Sebelum masa Umar bin Abdul Aziz, warga non-Arab dianggap sebagai "warga kelas dua". Umar mensejajarkan bangsa apapun tanpa kecuali.

Dalam kehidupan sehari-hari, Umar bin Abdul Aziz mewarisi sikap kakek buyutnya, Umar bin Khattab. Bedanya: Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang bertemperamen keras, sedangkan Umar bin Abdul Aziz adalah seorang yang lembut. Kesederhanaannya akan selalu dikisahkan sepanjang sejarah. Di antaranya adalah ketika ia -suatu malam-bekerja di ruangannya yang berpenerangan lampu. Lalu anaknya datang minta izin untuk bicara dengannya. Umar bertanya, pembicaraannya itu untuk keperluan negara atau keluarga. "Urusan keluarga," kata anaknya. Umar lalu mematikan lampu itu. Lampu tersebut dinyalakan dengan minyak yang dibiayai negara.

Ia tak mau urusan keluarga menggunakan lampu dengan minyak negara. Sayang, Umar tidak lama memimpinn negara. Tiga tahun setelah diangkat, ia wafat. Setelah Umar, para khalifah lebih banyak hidup bergelimang kemewahan. Moralitas mereka jatuh. Kepercayaan rakyat merosot tajam. Khalifah Hisyam anak Abdul Malik berusaha mengatasi itu. Namun keadaan telanjur tak terkendali. Pada tahun 750 Masehi, setelah sekitar 90 tahun berkuasa, Daulat Umayah pun runtuh.n

Kamis, 23 Juni 2011

"How to Add Word 2007 Borders and Shading to Your Documents?"

Borders are added above, below, or to either side of any amount of text, from a single character to several pages.
You can add many varieties of shading to the space occupied by selected text, paragraphs, and pages - with or without a border around them. You can create horizontal lines as you type.
The following will show you how to add Word 2007 borders and shading to the selected text and the unique way to create horizontal lines as you type.

To add Word 2007 borders and shading to text
  • Select the text for which you want to have a border or shading.
  • From the Home tab, in the Paragraph group, click the Borders down arrow, and then select the type of border you want to apply.
  • Word 2007 borders

To add paragraph borders
  • Place the mouse cursor on the paragraph that you wish to add the borders.
  • From the Home tab, in the Paragraph group, click the Borders down arrow, and then select Borders and Shading.
  • Word 2007 borders and shading dialog box
  • From the Borders and Shading dialog box displayed, click the Borders tab.
  • Do the changes by selecting the type of box (click Custom for less than four sides), the line style, color, and width you want.
  • If you want less than four sides and are working with paragraphs, click the sides you want in the Preview area.
  • Click the Options button to set the distance the border is away from the text.
  • Word 2007 borders and options shading dialog box
  • From the Border and Shading Options dialog box displayed, set the distance for top, bottom, left and right.
  • Click OK to close the Border and Shading Options dialog box.
  • Click OK.

To add page borders

  • From the Home tab, in the Paragraph group, click the Borders down arrow, and then select Borders and Shading.
  • From the Borders and Shading dialog box displayed, click the Page Border tab.
  • Do the changes by selecting the type of box (click Custom for less than four sides), the line style, color, width and art that you like to use for the border.
  • If you want less than four sides, click the sides you want in the Preview area.
  • Click the Options button to set the distance the border is away from either the edge of the page or the text.
  • page borders and shading options dialog box
  • From the Border and Shading Options dialog box displayed, set the distance for top, bottom, left and right.
  • Click OK to close the Border and Shading Options dialog box.
  • Click OK.

To add shading
  • Select (highlight) the text for which you want to have shading.
  • From the Home tab, in the Paragraph group, click the Borders down arrow, and then select Borders and Shading.
  • From the Borders and Shading dialog box displayed, click the Shading tab.
  • Word 2007 shading
  • You can select a color of shading. If desired, select a pattern, and choose whether to apply it to the entire page, paragraph, or just to the selected text.

To create horizontal lines as you type
  • Press ENTER to create a new paragraph.
  • Type --- (three hyphens) and press ENTER. A single, light horizontal line will be created between the left and right margins.
  • Type = = = (three equal signs) and press ENTER. A double horizontal line will be created between the left and right margins.
  • Type _ _ _ (three underscores) and press ENTER. A single, heavy horizontal line will be created between the left and right margins.
  • As you can see, adding Word 2007 borders and shading features to your documents really can enhance the readability of the text.

KI HADJAR DEWANTARA (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia (1889 - 1959)

Semboyan atau asas tersebut memiliki arti masing-masing sebagai berikut: tut wuri handayani mempunyai arti dari belakang memberikan dorongan dan arahan, ing madya mangun karsa berarti di depan memberi teladan dan ing ngarsa sung tulada diartikan ditengah menciptakan peluang untuk berprakarsa. Buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan yang di dalamnya banyak terdapat perbedaan-perbedaan dan dalam pelaksanaan pendidikan tersebut tidak boleh membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Karena Tuhan memberi manusia kemerdekaan untuk mengembangkan diri dari ikatan alamiah menuju tingkatan budaya.
Jadi kemerdekaan mengembangkan diri adalah hakikat dari sebuah pendidikan sehingga pendidikan itu tidak dapat dibatasi oleh tirani kekuasaan, politik atau kepentingan tertentu. Ini dibuktikan dengan sejarah dimana tidak pernah ada pendidikan yang berhasil kalau tumbuh di dalam alam keterkungkungan atau penjajahan. Pada masa pergerakan dan perjuangan mencapai kemerdekaan, dia memiliki dasar pemikiran yang sangat tepat, bagaimana cara sebuah bangsa dapat mencapai kemerdekaan yaitu dengan memajukan pedidikan bagi rakyatnya secara menyeluruh. Sebenarnya pandangannya itu bukan hanya diterapkan pada masa perjuangan mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan akan tetapi bisa juga diterapkan pada konteks saat ini dalam mengisi kemerdekaan dengan hasil karya yang lebih gemilang bagi bangsa dan negara. Karena bukan saja kemerdekaan secara politik yang diproklamasikan tahun 45 akan tetapi dengan pendidikan juga untuk memerdekakan bangsa dari penjajahan dalam bidang budaya, ekonomi, sosial, teknologi, pendidikan, lingkungan, keamanan, dan sebagainya dari pihak lain.
Tokoh peletak dasar pendidikan nasional ini terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Pendidikan dasarnya diperoleh di Sekolah Dasar dan setelah lulus ia meneruskan ke Stovia di Jakarta, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar antara lain Sedya Tama, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Ia tergolong penulis tangguh pada masanya; tulisan-tulisannya sangat tegar dan patriotik serta mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain menjadi seorang wartawan muda RM Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, ini terbukti di tahun 1908 dia aktif di Boedi Oetama dan mendapat tugas yang cukup menantang di seksi propaganda. 
Dalam seksi propaganda ini dia aktif untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara Setelah itu pada tanggal 25 Desember 1912 dia mendirikan Indische Partij yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka, organisasi ini didirikan bersama dengan dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo. Organisasi ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret 1913, , dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan. Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh penjajah saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentangpemerintah kolonial Belanda!.
Ada sebuah tulisannya yang bertujuan mengkritik perayaan seratus tahun bebasnya Negeri Belanda dari penjajahan Perancis pada bulan November 1913, dan dirayakan juga di tanah jajahan Indonesia dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut. Judul tulisannya adalah Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan petikannya sebagai berikut: 
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina  mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. 
Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! "Kalau aku seorang Belanda" Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".
Tulisan tersebut dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwess Dekker, dan tulisan lain yang bernada protes pada pemerintah kolonial Belanda adalah Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Protes ini berkaitan dibentuknya Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda, selain karya tulis sebenarnya dibentuk juga sebuah orgarnisasi bernama Komite Boemipoetra sebagai komite tandingan dari komite yang dibentuk oleh Idenburg. Komite Boemipoetra juga merupakan organisasi yang dibentuk setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij.
Karena tulisan yang bernada menyindir secara keras terhadap pemerintah kolonial Belanda, maka dalam hal ini Gubernur Jendral Idenburg memberikan hukuman -walau tanpa proses pengadilan- pada Soewardi berupa hukuman internering yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal atau lebih sering disebut hukum buang. Pulau Bangka sebagai tempat pembuangan Soewardi. 
Merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil, dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo membuat tulisan yang bernada membela Soewardi, akan tetapi oleh pihak Belanda dianggap menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial pada saat itu. Akibatnya keduanya juag terkena hukuman internering, dr. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda. Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena dianggap akan lebih bermanfaat yaitu mereka bisa lebih banyak memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil, dan akhirnya mereka diijinkan untuk menetap di Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Dalam masa pembuangan itu tidak dia sia-siakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga berhasil memperoleh Europeesche Akte. Setelah kembali ke tanah air di tahun 1918, ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Diwujudnyatakan bersama rekan-rekan seperjuangan dengan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau lebih dikenal dengan Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3 Juli 1922, sebuah perguruan yang bercorak nasional. 
Di Tamansiswa murid-murid sangat ditekankan pendidikan rasa kebangsaan agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Selain mencurahkan dalam dunia pendidikan secara nyata di Tamansiswa Soewardi juga tetap rajin menulis, namun tema tulisan-tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan. Tulisannya yang berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan jumlahnya mencapai ratusan buah. Melalui konsep-konsep itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Banyak rintangan yang dihadapi dalam membina Tamansiswa, antara lain adanya Ordonansi Sekolah Liar yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, tetapi berkat perjuangannya, ordonansi itu dicabut kembali.
Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara, dan semenjak saat itu Ki Hadjar tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dalam zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Jabatan yang pernah dipegang setelah Indonesia merdeka ialah sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
Banyak kalangan sering menyejajarkan Ki Hadjar dengan Rabindranath Tagore, seorang pemikir, pendidik, dan pujangga besar kelas dunia yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional India, karena mereka bersahabat dan memang memiliki kesamaan visi dan misi dalam perjuangannya memerdekakan bangsanya dari keterbelakangan. Tagore dan Ki Hadjar sama-sama dekat dengan rakyat, cinta kemerdekaan dan bangga atas budaya bangsanya sendiri. Tagore pernah mengembalikan gelar kebangsawanan (Sir) pada raja Inggris sebagai protes atas keganasan tentara Inggris dalam kasus Amritsar Affair. Tindakan Tagore itu dilatarbelakangi kecintaannya kepada rakyat. Begitu juga halnya dengan ditanggalkannya gelar kebangsawanan (Raden Mas) oleh Ki Hadjar. Tindakan ini dilatarbelakangi keinginan untuk lebih dekat dengan rakyat dari segala lapisan. Antara Ki Hadjar dengan Tagore juga merupakan sosok yang sama-sama cinta kemerdekaan dan budaya bangsanya sendiri. Dipilihnya bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai medan perjuangan tidak terlepas dari "strategi" untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah. Adapun logika berpikirnya relatif sederhana; apabila rakyat diberi pendidikan yang memadai maka wawasannya semakin luas, dengan demikian keinginan untuk merdeka jiwa dan raganya tentu akan semakin tinggi.
Sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan pendiri Tamansiswa, Ki Hadjar memang tidak sendirian berjuang menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan. Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia. Ki Hadjar bukan saja seorang tokoh dan pahlawan pendidikan ini tanggal kelahirannya 2 Mei oleh bangsa Indonesia dijadikan hari Pendidikan Nasional, selain itu melalui surat keputusan Presiden RI no. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 Ki Hadjar ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional. Penghargaan lainnya yang diterima oleh Ki Hadjar Dewantara adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada di tahun 1957.
Dia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Sebagai wujud melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara oleh pihak penerus perguruan Tamansiswa didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Uraian diatas adalah sekilas potongan sejarah perjuangan Ki Hadjar dan terlihat jelas jiwa kebangsaannya telah tertanam sejak muda. Dan jiwa kebangsaannya itu memberikan kontribusi dan dorongan kuat pada dirinya untuk melahirkan konsep-konsep pendidikan yang berwawasan kebangsaan.

Rabu, 22 Juni 2011

Khalifah Ali bin Abu Thalib

Ketika Khalifah Utsman bin Affan wafat. Warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kaufah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut riwayat, Ali sempat menolak penunjukan itu . Namun semua mendesak untuk memimpin umat. Pembaitan Ali pun berlangsung di masjid Nabawi.

Ali adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil, Muhammad diasuh oleh Abu Thalib -pamannya yang juga ayah Ali. Setelah berumah tangga dan melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Muhammad memelihara Ali di rumahnya. Ali dan Zaid bin Haritsah -anak angkat Muhammad-adalah orang pertama yang memeluk Islam, setelah Khadijah. Mereka selalu salat berjamaah.

Kecerdasan dan keberanian Ali sangat menonjol di lingkungan Quraisy. Saat anak-anak, ia telah menantang tokoh-tokoh Qurais yang mencemooh Muhammad. Ketika Muhammad hijrah dan kaum Qurais telah menghunus pedang untuk membunuhnya, Ali tidur di tempat tidur Muhammad serta mengenakan mantel yang dipakai Rasul itu.

Di medan perang, dia adalah petempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar, Uhud hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah ia berhasil menjebol gerbang benteng Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali ditugasi untuk melaksanakan misi militer ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.

Mengenai kecerdasannya, Muhammad pernah memuji Ali dengan kata-kata: "Saya adalah ibukota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Kefasihan bicara Ali dipuji oleh banyak kalangan. Rasul kemudian menikahkan Ali dengan putri bungsunya, Fatimah. Setelah Fatimah wafat, Ali menikah dengan Asmak -janda yang dua kali ditinggal mati suaminya, yakni Ja'far (saudara Ali) dan khalifah Abu Bakar.

Sebagai khalifah ia mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Utsman. Keluarga Umayah menguasai hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Irak -Abu Musa Al-Asyari-yang bukan keluarga Umayah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili pembunuh Utsman. Tuntutan demikian juga banyak diajukan tokoh netral seperti janda Rasulullah -Aisyah, juga Zubair dan Thalhah -dua orang pertama yang masuk Islam seperti Ali.

Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Ia bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, ia mendesak Muawiyah bin Abu Sofyan -Gubernur Syam yang juga pimpinan keluarga Umayah-untuk segera berbaiat kepadanya.

Muawiyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Ustman dihukum. Ali siap menggempur Muawiyah. Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah, Saad bin Abi Waqas, Abdullah anak Umar menyarankan Ali menunda serangan itu. Begitu juga sepupu Ali, Ibnu Abbas. Tapi Ali berkeras, sehingga Ibnu Abbas mengeritiknya: "Anda ini benar-benar panglima perang, bukan negarawan."

Ali segera menyusun pasukan. Ia berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya mendukung Ali. Ia tinggalkan ibukota Madinah sepenuhnya, bahkan seterusnya, untuk langsung memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para pemimpin negara. Setahun sudah berlalu, pembunuh Ustman belum ditindak.

Langkah ini makin mengundang kritik dari kelompok Aisyah. Aisyah, Thalhah dan Zubair lalu memimpin 30 ribu pasukan dari Mekah. Pasukan Ali -yang semula diarahkan ke Syam- terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah. Terjadilah peristiwa menyedihkan itu: perang antar Muslim.

Aisyah memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga mengendarai unta. Maka perang itu disebut Perang Unta. Sekitar 10 ribu orang tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah tandunya penuh anak panah. Zubair tewas dibunuh di waha Al-Sibak. Thalhah terluka di kaki dan meninggal di Basra.

Kesempatan pun dimanfaatkan oleh Muawiyah. Ia menggantungkan jubah Ustman yang berlumur darah, serta potongan jari istri Ustman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan Ali. Pihaknya bahkan menuding Ali sebagai otak pembunuhan Ustman. Muawiyah berhasil menarik Amru bin Ash ke pihaknya.

Amru seorang politisi ulung yang sangat disegani. Ia diiming-imingi menjadi Gubernur Mesir. Abdullah, anak Amru yang saleh, menyarankan ayahnya untuk menolak ajakan Muawiyah. Namun Muhammad -anaknya yang suka politik-menyarankan Amru mengambil kesempatan. Amru tergoda. Ia mendukung Muawiyah untuk menjadi khalifah tandingan.

Kedua pihak bertempur di Shiffin, hulu Sungai Eufrat di perbatasan Irak-Syria. Puluhan ribu Muslim tewas. Di pihak Ali, korban sebanyak 35 ribu di pihak Muawiyah 45 ribu. Dalam keadaan terdesak, pihak Muawiyah bersiasat. Atas usulkan Amru, mereka mengikat Quran di ujung tombak dan mengajak untuk "berhukum pada Quran."

Pihak Ali terbelah. Sebagian berpendapat, seruan itu harus dihormati. Yang lain menyebut itu hanya cara Muawiyah untuk menipu menghindari kalah. Ali mengalah. Kedua pihak berunding. Amru bin Ash di pihak Muawiyah, Abu Musa -yang dikenal sebagai seorang saleh dan tak suka politik- di pihak Ali. Keduanya sepakat untuk "menurunkan" Ali dan Muawiyah. Namun Amru kembali mengingkari kesepakatannya.

Situasi yang tak menentu itu membuat marah Hurkus -komandan pasukan Ali yang berasal dari keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus dan keras. Caranya memandang masalah selalu "hitam putih". Karena cara berpikirnya yang sempit, ia pernah menggugat Rasulullah. Sekarang ia menganggap Muawiyah maupun Ali melanggar hukum Allah. "Laa hukma illallah (tiada hukum selain Allah)," serunya. Pelanggar hukum Allah boleh dibunuh, demikian pendapatnya.

Kelompok Hurkus segera menguat. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai "khawarij" (barisan yang keluar). Mereka menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Pembunuhan berlangsung di beberapa tempat. Mereka berpikir, negara baru akan dapat ditegakkan jika tiga orang yang dianggap penyebab masalah, yakni Ali, Muawiyah dan Amru dibunuh.

Hujaj bertugas membunuh Muwawiyah di Damaskus, Amru bin Abu Bakar membunuh Ambru bin Ash di Mesir dan Abdurrahman membunuh Ali di Kufah. Muawiyah yang kini hidup dengan pengawalan ketat bagai raja hanya terluka. Amru bin Abu Bakar salah bunuh orang imam yang menggantikan Amru bin Ash. Di Kaufah, Ali tengah berangkat ke masjid ketika diserang dengan pedang. Dua hari kemudian ia wafat. Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijriah atau 661 Masehi.

Berakhirlah model kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah. Muawiyah lalu menggunakan model "kerajaan" pemerintahan negara Islam. Ibukota pun dipindah dari Madinah ke Damaskus.

Khalifah Utsman bin Affan

Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah anak Ubaidillah.

Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.

Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman hukuman tersebut tidak dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah "saudara susu".

Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu, kehidupan ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar atau Umar. Ali mempunyai kepribadian yang serupa itu. Sedangkan Ustman adalah seorang yang sangat kaya dan pemurah.

Abdurrahman -yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.

Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad. Atas ajakan Abu Bakar, Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman sehingga ia dinikahkan dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad menikahkan kembali Ustman dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.

Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasul, Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering itu.

Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat dikepung.

Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak mengangkat keluarganya menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting diserahkannya pada keluarga Umayah. Yang paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara. Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.

Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan nama besar seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur Mesir, diberhentikan diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah -keluarga yang paling aktif berkampanye untuk Ustman dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu Abdullah menghadapi kesulitan. Setelah itu, ia mencopot lagi Amr dan memberikan kembali kursi pada Abdullah.

Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid tak mampu menjalankan pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke seluruh masyarakat. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim yang santun dan saleh. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.

Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd adalah Ali. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa mendatang -sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa yang dianut orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, di Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak meluas. Ustman gagal mengatasi masalah ini secara bijak. Abdullah bin Sabak diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan Abdullah, diasingkan di luar kota Madinah sampai meninggal.

Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali mengingatkan Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa tidak ada yang keliru dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.

Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun untuk mundur. Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan dari Kufah memilih Zubair untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Ustman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun mereka menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Ustman yang berkhutbah mengecam tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.

Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Ustman tak lagi menuruti kata-kata Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu pulang. Namun tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut janjinya itu. Massa marah.Pemberontak balik ke Madinah. M

Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi melakukannya setelah ditegur Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Ustman, sebelum Sudan anak Hamran menusukkan pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu, kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.

Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan pengumpulan naskah Quran yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing dikirim ke Mekah, Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.

Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.

Senin, 20 Juni 2011

Demak-Mataram

Adalah Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa. (Lihat: "Walisongo").

Ketika Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu. Kelahiran Demak tersebut mengakhiri masa Kerajaan Majapahit. Banyak penganut Hindu kemudian pindah ke Bali mendesak penduduk asli, atau mengasingkan diri ke Tengger.

Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa pengganti Raden Patah adalah Pangeran Sabrang Lor. Dia yang menyerbu Portugis di Malaka pada 1511. Pangeran Sabrang Lor ini tampaknya adalah Dipati Unus menurut sumber Portugis. Pada 1524-1546, kekuasaan Demak dipegang oleh Sultan Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati -Sultan Cirebon yang juga salah seorang "walisongo".

Dalam buku "Sejarah Ummat Islam Indonesia" yang diterbitkan Majelis Ulama Indonesia, Trenggono banyak membuat langkah besar. Pada masanya, Sunda Kelapa (kini Jakarta) digempur. Berbagai wilayah lain ditaklukkannya. Namun ia tewas dalam pertempuran menaklukkan Panarukan - Jawa Timur. Ia diganti adiknya, Sunan Prawoto, yang lemah. Banyak adipati memberontak. Prawoto dibunuh Adipati Jipang, Ario Penangsang.

Demak berakhir. Jaka Tingkir atau Sultan Adiwijaya -menantu Trenggono-memindahkan kerajaan ke Pajang. Atas bantuan Senopati, anak Ki Ageng Pemanahan, Ario Penangsang dapat dikalahkan. Senopati dijadikan menantu Sultan. Begitu Adiwijaya wafat, dia mengambil alih kekuasaan dan memindahkannya ke Mataram.

Senopati berkuasa dengan tangan besi. Legenda rakyat menyebut ia membunuh menantunya sendiri, Ki Mangir, dengan menghantamkan kepala korban ke batu. Ia digantikan anaknya, Pangeran Seda ing Krapyak yang meninggal pada 1613. Pemerintahan dilanjutkan oleh anak Seda ing Krapyak, Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan Agung (1613-1645).

Model kepemimpinan Sultan Agung dianggap menjadi patron "kepemimpinan Soeharto". Dia memegang erat kekuasaan dengan gaya yang anggun. Wilayah demi wilayah ditaklukkannya untuk tunduk ke Mataram. Adipati Ukur di Sumedang diserangnya. Panembahan Kawis Gua -pelanjut Sunan Giri- berhasil dibekuk dan ditawan di Mataram. Blambangan digempur.

Kesultanan Cirebon diikatnya dengan perkawinan. Putri Sultan Agung menikah dengan Pangeran Cirebon. Adipati Surabaya yang memberontak dikalahkannya, lalu Pangeran Pekik, putra adipati itu diambilnya sebagai menantu.

Ia juga mengirim utusan ke Mekah, menggunakan kapal Inggris, untuk memperoleh gelar Sultan. Tahun 1641, gelar itu diperolehnya. Jadilah Mataram bukan hanya pusat kekuasaan namun juga pusat Islam di Jawa. Sultan Agung mengubah penanggalan Jawa dari Tahun Saka menjadi Tahun Hijriah. Ia juga memerintahkan para pujangga kraton untuk menulis 'Babad Tanah Jawi'.

Setelah era Demak, Sultan Agung adalah satu-satunya kekuasaan yang berani menggempur asing. Pada 1618, VOC Belanda bertikai dengan Jepara yang berada di pihak Mataram. Pada 1628 dan 1629, Sultan Agung dua kali menyerang markas VOC di Batavia. Upayanya gagal setelah gudang persediaan makanannya dibakar Belanda.

Pada Februari 1646, Sultan Agung wafat. Ia dimakamkan di puncak bukit imogiri, komplek pemakaman yang dibangunnya pada 1631. (Soeharto juga membangun komplek pemakamannya sendiri). Ia digantikan anaknya, Amangkurat I (1647-1677). Pada masa inilah, Mataram hancur. Ia banyak mengumbar nafsu. Ribuan ulama dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai karena mereka bersimpati pada Pangeran Alit, paman Amangkurat yang tewas setelah berontak.

Sang anak, Amangkurat II, seorang ambisius. Ia ingin sesegera mungkin mendepak ayahnya. Ia mengundang kawannya seorang Madura, Trunojoyo, untuk memberontak. Trunojoyo menguasai kerajaan. Pada 1677 itu, di saat rakyat tertimpa musibah kelaparan hebat, Amangkurat I terlunta-lunta mengungsi hingga meninggal di daerah Tegal. Sejak Amangkurat I, kekuasaan di Jawa sepenuhnya dalam kendali pihak Belanda.

Amangkurat II kemudian berkoalisi dengan Belanda untuk menyingkirkan Trunojoyo. Bahkan Amangkurat II menikam sendiri perut sahabat dekatnya tersebut. Amangkurat II ini yang menurunkan Dinasti Pakubuwono di Solo dan Hamengkubuwono di Yogya. Dari Pakubuwono kemudian pecah Dinasti Mangkubumi. Sedangkan dari Hamengkubuwono lahir Dinasti Paku Alam.

Cara Mengedit Postingan Blogspot


Cara mengedit postingan di Blogger? Mungkin hampir semua teman Blogger sudah tahu mengenai langkah-langkah pengeditan postingan di Blogger. Namun, tidak demikian bagi teman-teman kita yang lain khususnya yang baru berkecimpung di dunia blogging di Blogger ini. Langkah-langkah mengedit postingan di Blogger ini dapat dilakukan oleh teman-teman tatkala telah mempublis atau menyimpan suatu postingan, namun dirasa masih ada sesuatu yang kurang atau salah atau apapun yang menurut teman-teman yang menjadikan postingan itu harus diedit. Langkah pengeditannya bisa melalui berbagai cara, di antaranya sebagai berikut....


Pertama, Melalui Dasbor - Halaman utama akun Blogger anda

Cara pertama yaitu melalui Dasbor atau halaman utama akun Blogger anda. Untuk memulainya, tentunya teman-teman harus login dulu ke akun Blogger, dan ketika sudah login maka teman-teman akan langsung melihat halaman utama yang disebut sebagai Dasbor => maka sekarang teman-teman bisa langsung mengedit postingan yang ada di blognya dengan cara mengklik "Edit Entri" seperti berikut

dan selanjutnya teman-teman akan diantar ke halaman edit entri, silahkan untuk memilih postingan mana yang ingin diedit dengan cara mengklik "Edit"

Dan sekarang teman-teman bisa mengedit sesukanya, dan jangan lupa...setelah mengedit isi postingan untuk mengklik Terbitkan Entri untuk mempublikasikan postingannya teman-teman, dan Simpan sekarang untuk menyimpannya sebagai draft (simpan tanpa publikasi).


Kedua, Melalui halaman pemostingan

Singkatnya, teman-teman bisa langsung mengedit isi postingannya ketika berada di halaman pemostingan atau halaman di mana teman-teman membuat postingan. Di halaman pemostingan tersebut terdapat beberapa menu sebagai sub menu dari menu "Posting", di antaranya: Entri baru, Edit Entri, Edit Laman, dan Moderasi Komentar. Maka untuk memulai mengedit teman-teman bisa langsung memilih sub menu "Edit Entri", berikut screenshotnya

Selanjutnya, teman-teman akan dibawa ke halaman pengeditan entri seperti berikut

halaman_edit

Dan mulailah untuk mengedit isi postingan anda, dan jangan lupa untuk mengklik tombol "Terbitkan Entri" untuk mempublikasikannya.
Sebetulnya masih ada satu cara lagi, tapi saya cukup tulis sampai disini saja ya (selain pegel nulis hehe..saya lebih suka memberikan jalan dari pada menunjukan pada tujuannya, banyak jalan menuju makkah)

Jangan lupa untuk mengklik tombol simpan.

Sip deh, selamat berjuang.

Minggu, 19 Juni 2011

Cara menambahkan image ke dalam artikel di blogspot

Selain ingin mengisi waktu luang dengan yang bermanfaat juga karena ada salah seorang teman yang masih bingung bagaimana cara mengupload(memasukkan) image ke dalam tulisan blogspot , maka saya hari ini (lebih tepatnya malam ini) mencoba menuliskan cara bagaimana menambahkan photo (Image) ke dalam tulisan kita di blogspot. Langsung z dech simak tutorialnya, saya juga sudah aga pegel nulis banyak(kebetulan baru selesai main game)..hehe

- Login ke blogger
- Masuk ke menu Posting, Entri Baru, lalu perhatikan yang ditandai warna merah pada gambar dibawah ini.




- Klik icon Insert Image untuk memasukkan photo ke blogger. Perhatikan gambar berikut untuk melanjutkan:


-  Ada beberapa pilihan,
+ Upload jika anda ingin mengupload gambar/photo dari harddisk komputer anda.
+ From This blog, jika anda ingin memasukkan photo kedalam tulisan dari photo-phot yang sudah terapload kedalam blog anda.
+ From Picasa Web Album,  jika anda ingin mengupload dari album picasa
+ From a URL jika anda ingin mengupload file gambar/photo dari situs lain.
Dalam contoh ini saya coba pilih Upload karena cara ini paling sering kita gunakan.

- Klik tombol Browse untuk memilih gambar dari harddisk komputer anda. Tunggu beberapa saat sementara proses upload image berlangsung.

- Klik tombol OK untuk selesai.






Semoga sukses, Good Luck,  مع النجــاح

Ahlul Kitab Dalam Sorotan

Upaya meluruskan pemahaman dan pelaksanaan
Prolog
Pikiran yang menganggap semua agama itu sama sudah lama hadir di negeri Indonesia. Segala macam cara mereka masuki agar dapat meyakinkan manusia bahwa agama yang dianutnya bukanlah satu-satunya agama yang benar. Sebab –menurut mereka- semua agama sama-sama mengajarkan kebenaran moral dan spiritual. Lebih jauh lagi meraka berkeyakinan bahwa tidak ada satupun agama yang sempurna (kâfah), karena itu semua agama bisa saling menyempurnakan antara satu dengan yang lainnya. Ajaran Nabi Ibrahim yang hanif mereka anggap telah mencakup tiga agama samawi yang sekarang masih ada, yaitu Yahudi, Nashrani dan Islam, padahal orang-orang Yahudi telah dikatakan kafir ketika mereka mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah Swt, sedangkan orang-orang Nashrani dikatakan kafir ketika mengatakan bahwa Isa as. adalah anak Allah Swt, sedangkan Nabi Ibrahim tidak mengajarkan sebuah kemusyrikan. Pemikiran mereka ini berawal dari ketidakfahaman akan hakikat ke-kâfah-an Islam. Karena itu, Islamlah sebagai agama penerus ajaran Nabi Ibrahim yang hanif.[1]
Berlepas dari apa tujuan mereka melahirkan pemikiran bahwa semua agama itu sama, atau apa yang mereka sebut dengan "Pluralisme Agama", saya di sini hanya akan membahas satu diantara banyak cara para "Pion" pluralis agama dalam meluluskan obsesi mereka, yaitu mengenai konsep Ahlul Kitab. Makna Ahlul Kitab yang sering mereka fahamkan kepada muslim khususnya, diartikan hanya sebatas literal, yaitu “Konsep yang memberi pengakuan tertentu kepada para penganut agama diluar Islam yang memiliki kitab suci”[2], lebih jauh lagi mereka mendefinisikannya sebagai: “mereka yang percaya kepada Tuhan dan hari akhir, dan tentunya juga percaya kepada salah seorang nabi dan mengakui adanya kitab suci yang menjadi pegangan mereka. Karena itu, siapa saja yang mengaku pimpinan agamanya sebagai nabi dan mempunyai kitab suci, pengikutnya dapat disebut sebagai Ahli Kitab”. Sehingga dalam keyakinan mereka agama buatan manusiapun mereka anggap sebagai ahlul kitab, karena merekapun memiliki kitab suci, semisal; Budha, Hindu, Kong hu chu, dll .

Definisi
Imam Syafi’i (wafat 204H) dalam kitabnya “Al Umm” menyebutkan definisi Ahlul kitab dengan menyitir ucapan Atha (seorang Tabi’in) yang berkata “Orang Kristen Arab bukan termasuk ahli kitab, ahli kitab adalah keturunan Israel. Yakni orang-orang yang datang kepada mereka kitab Tauret dan Injil. Adapun orang lain yang memeluk agama mereka bukan Ahlul kitab”. [3]
Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Ahlul kitab adalah orang-orang yang beragama Yahudi dan Nashrani keturunan bangsa Israel, adapun Yahudi dan Nashrani yang bukan keturunan bangsa Israel bukanlah termasuk Ahlul kitab. Definisi ini sejalan dengan firman Allah Swt. dalam surat Ash Shaf: 6 yang berbunyi “Dan  ketika 'Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan  seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad ….". Ucapan Nabi Isa As. ini menegaskan akan keterbatasan ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa, yaitu hanya untuk Bangsa Israel dan hanya hingga kedatangan Nabi Muhammad Saw.
Di dalam Injilpun terdapat ayat yang senada dengan semangat ayat Al Qur'an tadi, yang menunjukan keterbatasan ajaran Nabi Isa hanya bagi bangsa Israel. Nabi Isa bersabda: “Aku  diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Matius 15:24), karena ajaran Nabi-Nabi sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw. yang berjumlah 124.000 Nabi, dibatasi oleh tempat (bangsa) dan waktu. Sedangkan Nabi Isa dibatasi hanya untuk satu bangsa (Israel) dan hanya untuk waktu sampai sebelum diutus Muhammad Saw. Adapun Rasulullah adalah penutup para Nabi yang diutus kepada semua bangsa dan untuk masa yang tidak ditentukan, sebagaimana firman Allah Swt. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk  rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyâ: 107).
Maka dapat didefinisikan bahwa Ahlul Kitab adalah: "Orang yang beragama Yahudi dan Nashrani keturunan bangsa Israel, yang masih ada setelah kedatangan Nabi Muhammad Saw.".

Memilah-milah Ahlul kitab
Di dalam Al Qur’an terdapat banyak keterangan mengenai sifat-sifat para Ahlul kitab, baik ditinjau dari kepribadian mereka dalam memperlakukan dirinya sendiri, atau didalam merespon kepada orang dan agama lain (Islam). Sifat-sifat ini selayaknya dibedakan dan ditempatkan sesuai dengan porsinya masing-masing, agar tidak terjadi pengeneralisiran yang akhirnya membenarkan atau menyalahkan secara keseluruhan. Sebagaimana Allah berfirman bahwa Ahlul kitab itu tidaklah sama, diantara meraka ada yang berlaku lurus yang akhirnya mereka masuk Islam, tapi kebanyakan diantara Ahlul kitab itu adalah orang-orang yang fasiq.[4]
Karenanya, memilah Ahlul kitab adalah suatu kemestian agar kita dapat memposisikan mereka sesuai dengan kepribadian mereka masing-masing. Akhirnya kita bisa memilah mana yang layak untuk diajak bersosial ataukah tidak layak. Penulis membagi Ahlul kitab kepada tiga golongan, pertama, Mereka yang baik dan akhirnya masuk Islam, kedua, Mereka yang fasiq dan mengingkari Islam, ketiga, Mereka yang masih memegang agamanya, akan tetapi dalam perlindungan Islam. Namun yang mesti diperhatikan, bahwa ketika golongan Ahlul kitab ini adalah mereka yang merupakan keturunan bangsa Israel.
1.      Ahlul kitab yang baik dan masuk Islam
Golongan ini adalah mereka yang masih memegang teguh ajaran Tauret dan Injil yang belum mengalami deviasi (Tahrif), sehingga ketika dibacakan ayat-ayat Al Qur’an kepada mereka, air matanya bercucuran, seraya mereka berharap agar digolongkan ke dalam orang-orang yang menjadi saksi.[5] Serta apabila mereka mendengarkan perkataan yang tidak bermanfaat, mereka langsung berpaling dan menjauhi orang-orang yang jahil (bodoh)[6].
Pada akhirnya, golongan pertama ini masuk Islam, beriman kepada Allah dan hari akhir, beriman kepada Al Qur’an dan beriman kepada kenabian Rasulullah Saw. Dan Allah memberi mereka balasan di dunia berupa limpahan rahmat dari langit dan bumi[7], dan mereka mendapatkan pahala dua kali lipat disebabkan kesabaran mereka[8], serta di akhirat mereka mendapatkan kekekalan di syurga[9].
Adapun sikap kita selaku muslim terhadap mereka, mesti disejajarkan dengan sikap kita terhadap saudara semuslim. Kenapa?, karena mereka adalah Ahlul kitab yang telah masuk Islam. Diantara golongan ini pada jaman Nabi Saw. ada yang bernama Abdullah Ibn Aslam (mantan Yahudi) dan Tamim Ad Dari (mantan Nashrani).
2.      Ahlul kitab yang fasiq dan mengingkari Islam
  1. Golongan kedua ini muncul disebabkan mereka telah semena-mena mentahrif kitab-kitab sebelum Al Qur’an[10], lalu mereka lantas mengingkari kenabian Muhammad Saw., padahal mereka telah mengenal Muhammad layaknya mereka mengenal anak-anaknya sendiri[11]. Sekaligus, mereka mengingkari ke-Esa-an Allah Swt., dengan mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari oknum yang tiga[12], atau mereka mengatakan bahwa Uzair anak Allah dan Isa sebagai anak Allah dan tuhan bagi mereka, serta menjadikan rahib (pendeta) mereka sebagai tuhan mereka[13].
Mereka inilah yang dikatakan imam Syafi’i dalam kitab “Ar Risalah”nya sebagai “orang-orang yang menukar hukum-hukum Allah, kafir kepada-Nya, serta menghiasi lidah mereka dengan kebohongan. Kemudian mereka mencampuradukkan antara kebohongan mereka dengan kebenaran yang telah Allah terangkan kepada mereka”. Golongan kedua ini tidak hanya menanamkan jiwa fasiq pada dirinya sendiri, akan tetapi merekapun gencar menghasut orang-orang yang beriman. Mereka begitu dengki, sehingga mereka tidak mau orang-orang yang beriman mendapatkan kebaikan dari Allah Swt.[14] dan berusaha ingin mengkafirkannya[15], serta menyesatkannya[16], kemudian mereka ingin memadamkan cahaya di hati-hati orang yang beriman[17].
Adapun sikap kita terhadap mereka mesti diletakkan sesuai dengan apa yang mereka perbuat kepada kita, agar menahan konspirasi mereka terhadap kita dan agar aqidah umat Islam tetap kokoh tidak layaknya aqidah kaum liberalis. Kita dianjurkan berdebat dengan baik kepada mereka, kecuali jika mereka tetap membantah dan menyatakan permusuhan[18], dan tidak boleh sekali-kali mematuhi mereka dengan tidak menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan[19], serta tidak menjadikan mereka sebagai pemimpin[20]. Juga mesti memerangi mereka, karena mereka termasuk kafir harbi, yaitu; kafir yang wajib diperangi, sebab mereka selalu manyalakan api peperangan[21]. Contoh riilnya, mereka selama setengah abad lamanya sampai saat ini menindas dan menjajah muslimin di Palestina. Serta yang tidak kalah pentingnya, kita mesti bersabar terhadap segala bencana, agar tipu daya mereka tidak mendatangkan madlarat bagi kita[22].
3.      Ahlul kitab yang berada dibawah perlindungan Islam
Golongan ketiga ini adalah mereka yang dinamakan dengan kafir dzimmi (kafir yang dilindungi). Mereka masih beraktifitas dan beribadah sesuai keyakinan mereka serta tidak bersikap layaknya golongan kedua, tetapi mereka berada dalam perlindungan pemerintahan Islam yang mewajibkan mereka agar membayar Jizyah (pajak jaminan keamanan). Golongan ketiga ini dinamakan juga dalam Al Qur’an sebagai “Ummatun Muqtashidah”, sebagaimana firman-Nya : “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan Taurat dan Injil dan yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan/Ummatun Muqtashidah. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.”(QS. Al Mâidah: 66).
Imam Al Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al Jâmi’u li Ahkâmil Qur’ân menyitir satu pendapat mengenai penafsiran kalimat Ummatun Muqtashidah, yaitu “Suatu kaum yang tidak beriman, akan tetapi mereka bukan termasuk golongan yang suka menyakiti dan mengejek (agama lain)”[23]. Jadi, Ummatun Muqtashidah adalah Ahlul kitab yang tidak suka menyakiti dan mengejek agama lain, akan tetapi mereka berada di bawah perlindungan Islam.
Sikap kita terhadap Ahlul kitab golongan ketiga ini hampir sama seperti sikap kita terhadap Ahlul kitab golongan kedua, yaitu; dianjurkan berdebat dengan baik kepada mereka, tidak boleh mematuhi mereka dengan tidak menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan, serta tidak menjadikan mereka pemimpin muslimin, kemudian mesti bersabar. Akan tetapi, kita diharamkan membunuh dan memerangi mereka[24], sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Barangsiapa membunuh orang yang berada dalam perjanjian (kafir dzimmi), maka dia tidak akan mencium wangi syurga. Padahal wangi syurga tercium sepanjang perjalanan empat puluh tahun” (HR. Bukhari). Juga, kita mesti menjaga harta dan keturunan mereka, dan melarang memaksakan suatu agama kepada mereka[25]. Agama kitapun membolehkan untuk bersosial dengan mereka selama mereka tidak memerangi[26].

Dari pengelompokkan Ahlul kitab ini, dapat disimpulkan bahwa firman Allah Swt. mengenai Ahlul kitab yang membaca ayat-ayat Allah Swt. pada malam hari seraya bersujud[27], dan firman Allah Swt. yang menyebutkan bahwa mereka menitikkan air mata ketika dibacakan Al Qur’an[28] adalah; firman yang ditujukan khusus bagi Ahlul kitab golongan pertama (Ahlul kitab yang baik dan akhirnya masuk Islam). Artinya, kedua firman ini tidak bisa diterapkan kepada Ahlul kitab golongan kedua dan ketiga.
Sebaliknya, firman Allah Swt. yang menegaskan bahwa Ahlul kitab yang menyembah Nabi Isa As.[29], dan Ahlul kitab yang suka merobah ayat-ayat Allah Swt.[30] adalah; firman Allah Swt. yang ditujukan khusus kepada Ahlul kitab golongan kedua dan ketiga. Sehingga, tidak dibenarkan jika firman ini diterapkan kepada Ahlul kitab yang beriman.
Berdasarkan dalil-dalil yang penulis sampaikan di atas, maka siapapun tidak berhak mencampuradukkan dan memutarbalikkan kedua pihak tersebut. Termasuk kaum liberalis yang telah menapikkan perbedaan yang begitu dalam antara Ahlul kitab yang beriman dengan Ahlul kitab yang tidak beriman. Mereka telah mengeneralisir ayat-ayat, dan mengaburkan dua pemilihan secara tumpang tindih, sehingga mereka memakai firman yang seharusnya ditujukan kepada Ahlul kitab yang beriman, malah diterapkan kepada Ahlul kitab yang kafir. Padahal, terdapat perbedaan yang mendasar antara aqidah yang hanif (baca: tauhid) dengan aqidah Trinitas (Tatslits).
Perbedaan yang menyolok antara kedua pihak, dimana Ahlul kitab yang beriman adalah mereka yang mengimani kenabian Isa Almasih, contohnya; pendeta-pendeta yang menjadi guru Salman Al Farisi yang menunjukkan Salman kepada Nabi Muhammad Saw. Sedangkan Ahlul kitab yang kafir adalah mereka yang mengakui ketuhanan Yesus (Nabi Isa), Trinitas, Surat penebusan dosa, penyaliban Yesus, Inkarnasi (Tajassud)/tuhan yang menjelma, serta menolak Al Qur’an dan kenabian Muhammad Saw. Kenapa kaum liberalis menyembunyikan ayat-ayat Al Qur’an yang jelas menolak faham trinitas[31], serta mereka menutup mata terhadap ayat yang terang-terangkan melaknat orang-orang yang menyatakan bahwa Isa adalah anak Allah Swt.[32]?. Apakah mereka hendak membuat agama sendiri yang bernama "agama liberal"?!.

Simpang siur dalam memahami pernikahan Ahlul Kitab
Upaya kaum liberalis dalam menggolkan tujuannya tidak hanya berhenti sampai memberikan pemahaman kepada umat beragama bahwa semua agama itu sama, tetapi mereka melanjutkannya pada tarap praktis seperti; menikahkan muslimin dengan non-muslim yang mereka anggap sebagai Ahlul kitab. Padahal, sebagaimana sudah dijelaskan di atas, bahwa Ahlul kitab adalah orang Yahudi dan Kristen yang berketurunan dari  bangsa Israel.
Islam membolehkan muslim laki-laki untuk menikahi wanita Ahlul kitab[33], tetapi Islam tidak membolehkan jika muslimah menikahi laki-laki dari Ahlul kitab[34]. Larangan ini disyari’atkan, agar dapat menjaga aqidah para muslimah dari pengaruh suaminya, karena pengaruh pendidikan suami lebih besar bagi istri dari pada pengaruh istri bagi suami.
Adapun pembolehannya laki-laki muslim dalam menikahi wanita Ahlul kitab, ini dibatasi oleh syarat umum yang terdapat dalam surat Al Mâidah: 5. Maksudnya, laki-laki muslim boleh menikahi wanita Ahlul kitab, jika wanita tersebut termasuk orang yang menjaga kehormatannya (Al Ihshân). Imam Al Qurthubi menyitir ucapan Ibn Abbas dalam menafsirkan kalimat Al Ihshân, beliau berkata “Al Ihshân ditafsirkan sebagai, wanita Ahlul kitab yang suci dan berakal”[35].
Tetapi, syarat umum ini masih terikat oleh syarat-syarat khusus yang terdapat di dalam ayat-ayat lainnya. Artinya, laki-laki muslim boleh menikahi wanita Ahlul Kitab jika wanita itu termasuk Al Ihshân (syarat umum) dan termasuk pada syarat-syarat khusus di bawah ini:
1.      Wanita Ahlul kitab keturunan bangsa Israel, karena Ahlul kitab adalah mereka yang berasal-usul dari keturunan bangsa Israel[36].
2.      Wanita Ahlul kitab yang mempercayai ke-Esa-an Allah Swt. dan kerasulan Muhammad Saw.[37].
Syarat nomor dua ini dimasukkan, karena orang yang menyatakan bahwa Isa atau Uzair adalah anak/tuhan, mereka itu disebut juga para musyrikin sekaligus kafir. Karenanya Abdullah Ibn Umar pernah berkata “Allah mengharamkan wanita-wanita musyrik bagi orang-orang yang beriman. Dan aku (Ibn Umar) tidak melihat ada kemusyrikan yang lebih besar dari seorang wanita yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa (Yesus), padahal Isa adalah hamba Allah”[38]. Ahlul kitab yang dimaksud disini adalah mereka yang bermadzhab Arius (dalam Kristen) yang menyatakan dalam Konsili Nikea tahun 325M bahwa “Yesus tidak bersifat azali (azali: ada yang tidak didahului oleh tidak ada), Yesus diciptakan oleh Allah, dia tidak menyamai substansi (jauhar) Allah”. Namun mayoritas madzhab ini diusir, dibunuh dan dibakar buku-bukunya oleh madzhab Athanasius (aqidah trinitas) pada penjagalan yang bernama “Lembaga Inkuisisi”.

Ketiga syarat ini tidak berarti mengubah nash qath’i (teks mapan) dalam Al Qur’an yang membolehkan lelaki muslim menikahi wanita Ahlul Kitab, akan tetapi ini adalah upaya mengikat syarat yang umum dengan syarat-syarat yang khusus, agar muslimin tidak salah dalam memilih wanita Ahlul kitab. Upaya pengikatan syarat umum ini telah dilakukan oleh Umar Ibn khathab pada masa kekhilafahannya, beliau melarang Thalhah Ibn Ubaidillah dan Hudzaifah yang hendak menikahi wanita Ahlul kitab. Beliau beralasan, khawatir jika wanita Ahlul kitab yang akan dinikahi Thalhah dan Hudzaifah berkhianat dan keluar dari syarat Al Ihsan, yang telah ditetapkan Allah dalam Al Qur’an[39].
Lebih lanjut lagi, Imam Asy Syafi’i menyatakan dalam kitab “Al Umm”nya “Menikahi orang-orang baik (wanita Al Ihsan. pen) dari golongan Ahlul kitab hukumnya halal, meski aku lebih suka orang Islam tidak menikahi mereka. Aku diberitahu Abdul Majid dari Ibn Juraij dari Abu Zubair, bahwa Abu Zubair mendengar Jabir Ibn Abdullah ra. pernah ditanya tentang pria muslim yang menikahi wanita Yahudi atau wanita Nashrani. Jabir menjawab, ‘Aku dan Sa’ad Ibn Abi Waqqash pernah menikahi wanita Ahlul kitab semasa penaklukan Kufah (Irak) oleh karena kami tidak mendapati banyak wanita muslimat di sana ketika itu. Lalu kami kembali ke Madinah, kami menceraikan mereka’. Kata Jabir lagi, ‘Mereka tidak berhak mewarisi harta seorang muslim, dan sebaliknya orang muslim tidak berhak mewarisi harta mereka. Wanita Ahlul kitab boleh dinikahi oleh muslim, tapi wanita muslimah haram dinikahi oleh mereka’,”[40].
Dari kisah Jabir ini dapat disimpulkan bahwa, ada dua kondisi yang harus diperhitungkan ketika akan menikahi wanita Ahlul kitab :
Pertama, mereka dalam kondisi masa penaklukan (Al Fath). Artinya, menikahi wanita Ahlul kitab itu ketika Islam menang atas mereka. Jadi, pernikahan itu boleh dilakukan hanya dalam Negara Islam, dimana pemerintahan Islam punya kekuasaan untuk memelihara keluarga muslim. Dan lagi, wanita Ahlul kitab itu berada dalam wilayah negeri Islam.
Kedua, mereka dalam kondisi nyaris tak mendapat wanita muslimah.
Namun, meskipun dua kondisi itu sudah terpenuhi, dua orang sahabat dalam riwayat di atas toh pada akhirnya menceraikan mereka[41].  Maka penulis cenderung kepada pendapat imam Syafi’i yaitu membolehkan menikahi wanita Ahlul kitab, namun yang sesuai dengan syarat-syarat di atas. Tapi, penulis lebih menyarankan jika orang Islam tidak menikahi mereka, disamping demi menjaga diri dan keluarga dari api neraka[42], juga karena masih banyak wanita muslimah yang belum menikah.

Epilog
Para musuh Islam dan orang-orang yang lemah imannya terus-menerus membuat pembusukan dari dalam tubuh umat Islam, dengan menggoyah aqidah mereka agar lambat-laun keluar dari Islam. Jika saja kita membenarkan konsep Ahlul Kitab yang mereka sodorkan, maka tidak hanya kekacauan pemikiran ini saja yang akan dialami kita, tapi pada hal-hal yang lainnyapun akan terpengaruhi. Dikarenakan jika kita sudah sedikit melenceng, maka mereka akan terus membawa ke arah yang lebih sesat, dengan mengaburkan pemahaman yang berkenaan dengan aqidah dan ibadah. Sehingga pluralisme agama yang mereka cita-citakan, dapat terealisasikan.
Penulis hanya mengajak agar sama-sama mendalami Islam dengan mempelajarinya dari para ulama Islam, tidak kepada para Orientalis dan liberalis. Karena ulama adalah mereka yang senantiasa takut kepada Allah, sehingga mereka tidak akan menyalahgunakan dan menyesatkan Ilmu. Sedangkan para Orientalis dan Liberalis adalah mereka yang hanya berorientasikan pada keduniawian semata.
 In Urîdu Illal Ishlâha Mastatho’tu




[1] QS. Ali Imran: 67-68
[2]Nurcholish Madjid, dkk. Fiqih Lintas Agama, Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, h.  42
[3] Asy Syafi'i, Al Umm, Beirut, Dar El Kutub El Ilmiah, Jil. V, h. 11
[4] QS. Ali Imran: 110-113
[5] QS. Al mâidah: 83, Al Qhashash: 52-53
[6] QS. Al Qhashash: 52
[7] QS. Al mâidah: 66
[8] QS. Al Qhashash: 54
[9] QS. Al mâidah: 85
[10] QS. Ali Imran: 78
[11] QS. Al Baqarah: 146
[12] QS. Al mâidah: 73
[13] QS. At Taubah: 30-31, Al mâidah: 72
[14] QS. Al Baqarah: 105
[15] QS. Al Baqarah: 109&120
[16] QS. Ali Imran: 69
[17] QS. At Taubah: 32
[18] QS. Qashash: 46
[19] QS. Ali Imran: 118, Al Mujâdilah: 22, Al Mumtahanah: 1&9
[20] QS. Ali Imran: 28, Al Mâidah: 5
[21] QS. Al Mâidah: 64, At Taubah: 29
[22] QS. Ali Imran: 120
[23]AL Qurthubi, Al Jâmi’u li Ahkâmil Qur’ân, Cairo: Maktabah At Taufiqiyyah, jil. VI, h. 212
[24] QS. At Taubah: 29
[25] QS. Al Baqarah: 256
[26] QS. Al Mumtahanah: 8
[27] QS. Ali Imran: 113
[28] QS. Al Mâidah: 83
[29] QS. Al Mâidah: 73
[30] QS. Ali Imran: 78
[31]QS. Al Mâidah: 73
[32] QS. At Taubah: 30
[33] QS. Al Mâidah: 5
[34] QS. Al Mumtahanah: 10
[35] AL Qurthubi, Op cit. Jil. VI, h. 70
[36] QS. Ash Shaf:6
[37] QS. Al Baqarah: 221
[38] Dr. Rauf Syalabi, Terj; Distorsi Sejarah dan Ajaran YESUS, Jaktim: Pustaka Al Kautsar, 2001, h. 197
[39] Yusuf Qardhawi, As Siyâsah Asy Syar’iyyah, h. 209
[40] Asy Syafi'i, Op cit. Jil. V, h. 10
[41] Dr. Rauf Syalabi, Op cit. h. 196
[42] QS. At Tahrîm: 6

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More