Welcome to My website

Selamat datang di website pribadi saya. Tidak neko-neko, disini saya hanya ingin berbagi apa yang bisa saya bagi.

Terima kasih telah berkunjung...

Semoga Bermanfaat
OpulentDelicacy.com

Jumat, 24 Juni 2011

Daulah Umayah I (661-750 Masehi)

Ini adalah periode pemerintahan Islam di bawah kekuasaan Keluarga Umayah. Para ahli sejarah mengatakan kekuasaan ini berawal pada tahun 40 Hijriah atau 661 Masehi. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah anak Abu Sofyan. Abu Sofyan adalah pemimpin Mekah yang menentang Rasul. Ia masuk Islam setelah kota Mekah ditaklukkan oleh pasukan Islam dari Madinah.

Muawiyah semula adalah Gubernur Syria berkedudukan di Damaskus. Ia memberontak pada Khalifah Ali bin Abu Thalib, sampai Ali wafat dibunuh orang Khawarij. Pengikut Ali kemudian mengangkat Hasan -anak Ali-sebagai khalifah baru. Namun Hasan, yang tak ingin konflik, lalu mengikat perjanjian damai dengan Muawiyah. Jadilah Muawiyah penguasa tunggal masyarakat muslim waktu itu.

Muawiyah memindah ibukota negara dari Madinah ke Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa. Tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan sendiri secara biasa. Muawiyah meniru sistem kerajaan untuk dirinya. Ia hidup bagai raja -dalam benteng, bergelimang kemewahan, bepengawalan lengkap dengan kekuasaan mutlak. Untuk jabatannya, ia menyebut diri sebagai "khalifatullah" ("wakil" Allah di bumi) -istilah yang banyak dipakai para sultan kemudian.

Banyak yang diperbuat oleh Dinasti Umayah. Antara lain dengan membangun dinas pos -termasuk penyediaan kuda dan perlengkapannya. Mereka juga mengangkat Qadi atau hakim sebagai profesi. Khalifah Abdul Malik mencetak uang sendiri dengan menggunakan tulisan Arab sebagai pengganti uang Byzantium dan Persia. Administrasi pemerintahan dibenahi. Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi pemerintahan.

Langkah ini dilanjutkan oleh anak Abdul Malik, Walid (705-715 Masehi). Ia membangun panti-panti asuhan untuk orang-orang cacat. Pekerja untuk rumah-rumah tersebut dibayarnya sebagai pegawai. Walid juga membangun infrastruktur berupa jalan-jalan raya yang menghubungkan antar wilayah. Selain itu ia juga membangu gedung-gedung pemerintah, masjid-masjid, bahkan juga pabrik. Di masanya, masyarakat mencapai puncak kemakmurannya.

Namun khalifah yang paling banyak dipuji adalah Umar bin Abdul Aziz (717-720). Ibunya adalah cucu Umar bin Khattab. Ia lebih menekankan pembangunan moral dan sosial dibanding fisik. Ia menolak jika dipilih menjadi khalifah semata karena dirinya anak khalifah. Ia bahkan merangkul musuh-musuh Dinasti Umayah, termasuk kelompok Syi'ah, untuk memilih khalifah yang baru. Sampai kemudian semua sepakat untuk memilihnya sebagai khalifah.

Umar memberikan kebebasan beribadah kepada masyarakat dari semua kelompok agama. Pajak yang membenani masyarakat pun ia peringan. Ia juga disukai orang-orang non-Arab atau 'mawali'. Sebelum masa Umar bin Abdul Aziz, warga non-Arab dianggap sebagai "warga kelas dua". Umar mensejajarkan bangsa apapun tanpa kecuali.

Dalam kehidupan sehari-hari, Umar bin Abdul Aziz mewarisi sikap kakek buyutnya, Umar bin Khattab. Bedanya: Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang bertemperamen keras, sedangkan Umar bin Abdul Aziz adalah seorang yang lembut. Kesederhanaannya akan selalu dikisahkan sepanjang sejarah. Di antaranya adalah ketika ia -suatu malam-bekerja di ruangannya yang berpenerangan lampu. Lalu anaknya datang minta izin untuk bicara dengannya. Umar bertanya, pembicaraannya itu untuk keperluan negara atau keluarga. "Urusan keluarga," kata anaknya. Umar lalu mematikan lampu itu. Lampu tersebut dinyalakan dengan minyak yang dibiayai negara.

Ia tak mau urusan keluarga menggunakan lampu dengan minyak negara. Sayang, Umar tidak lama memimpinn negara. Tiga tahun setelah diangkat, ia wafat. Setelah Umar, para khalifah lebih banyak hidup bergelimang kemewahan. Moralitas mereka jatuh. Kepercayaan rakyat merosot tajam. Khalifah Hisyam anak Abdul Malik berusaha mengatasi itu. Namun keadaan telanjur tak terkendali. Pada tahun 750 Masehi, setelah sekitar 90 tahun berkuasa, Daulat Umayah pun runtuh.n

Kamis, 23 Juni 2011

"How to Add Word 2007 Borders and Shading to Your Documents?"

Borders are added above, below, or to either side of any amount of text, from a single character to several pages.
You can add many varieties of shading to the space occupied by selected text, paragraphs, and pages - with or without a border around them. You can create horizontal lines as you type.
The following will show you how to add Word 2007 borders and shading to the selected text and the unique way to create horizontal lines as you type.

To add Word 2007 borders and shading to text
  • Select the text for which you want to have a border or shading.
  • From the Home tab, in the Paragraph group, click the Borders down arrow, and then select the type of border you want to apply.
  • Word 2007 borders

To add paragraph borders
  • Place the mouse cursor on the paragraph that you wish to add the borders.
  • From the Home tab, in the Paragraph group, click the Borders down arrow, and then select Borders and Shading.
  • Word 2007 borders and shading dialog box
  • From the Borders and Shading dialog box displayed, click the Borders tab.
  • Do the changes by selecting the type of box (click Custom for less than four sides), the line style, color, and width you want.
  • If you want less than four sides and are working with paragraphs, click the sides you want in the Preview area.
  • Click the Options button to set the distance the border is away from the text.
  • Word 2007 borders and options shading dialog box
  • From the Border and Shading Options dialog box displayed, set the distance for top, bottom, left and right.
  • Click OK to close the Border and Shading Options dialog box.
  • Click OK.

To add page borders

  • From the Home tab, in the Paragraph group, click the Borders down arrow, and then select Borders and Shading.
  • From the Borders and Shading dialog box displayed, click the Page Border tab.
  • Do the changes by selecting the type of box (click Custom for less than four sides), the line style, color, width and art that you like to use for the border.
  • If you want less than four sides, click the sides you want in the Preview area.
  • Click the Options button to set the distance the border is away from either the edge of the page or the text.
  • page borders and shading options dialog box
  • From the Border and Shading Options dialog box displayed, set the distance for top, bottom, left and right.
  • Click OK to close the Border and Shading Options dialog box.
  • Click OK.

To add shading
  • Select (highlight) the text for which you want to have shading.
  • From the Home tab, in the Paragraph group, click the Borders down arrow, and then select Borders and Shading.
  • From the Borders and Shading dialog box displayed, click the Shading tab.
  • Word 2007 shading
  • You can select a color of shading. If desired, select a pattern, and choose whether to apply it to the entire page, paragraph, or just to the selected text.

To create horizontal lines as you type
  • Press ENTER to create a new paragraph.
  • Type --- (three hyphens) and press ENTER. A single, light horizontal line will be created between the left and right margins.
  • Type = = = (three equal signs) and press ENTER. A double horizontal line will be created between the left and right margins.
  • Type _ _ _ (three underscores) and press ENTER. A single, heavy horizontal line will be created between the left and right margins.
  • As you can see, adding Word 2007 borders and shading features to your documents really can enhance the readability of the text.

KI HADJAR DEWANTARA (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia (1889 - 1959)

Semboyan atau asas tersebut memiliki arti masing-masing sebagai berikut: tut wuri handayani mempunyai arti dari belakang memberikan dorongan dan arahan, ing madya mangun karsa berarti di depan memberi teladan dan ing ngarsa sung tulada diartikan ditengah menciptakan peluang untuk berprakarsa. Buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan yang di dalamnya banyak terdapat perbedaan-perbedaan dan dalam pelaksanaan pendidikan tersebut tidak boleh membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Karena Tuhan memberi manusia kemerdekaan untuk mengembangkan diri dari ikatan alamiah menuju tingkatan budaya.
Jadi kemerdekaan mengembangkan diri adalah hakikat dari sebuah pendidikan sehingga pendidikan itu tidak dapat dibatasi oleh tirani kekuasaan, politik atau kepentingan tertentu. Ini dibuktikan dengan sejarah dimana tidak pernah ada pendidikan yang berhasil kalau tumbuh di dalam alam keterkungkungan atau penjajahan. Pada masa pergerakan dan perjuangan mencapai kemerdekaan, dia memiliki dasar pemikiran yang sangat tepat, bagaimana cara sebuah bangsa dapat mencapai kemerdekaan yaitu dengan memajukan pedidikan bagi rakyatnya secara menyeluruh. Sebenarnya pandangannya itu bukan hanya diterapkan pada masa perjuangan mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan akan tetapi bisa juga diterapkan pada konteks saat ini dalam mengisi kemerdekaan dengan hasil karya yang lebih gemilang bagi bangsa dan negara. Karena bukan saja kemerdekaan secara politik yang diproklamasikan tahun 45 akan tetapi dengan pendidikan juga untuk memerdekakan bangsa dari penjajahan dalam bidang budaya, ekonomi, sosial, teknologi, pendidikan, lingkungan, keamanan, dan sebagainya dari pihak lain.
Tokoh peletak dasar pendidikan nasional ini terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Pendidikan dasarnya diperoleh di Sekolah Dasar dan setelah lulus ia meneruskan ke Stovia di Jakarta, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar antara lain Sedya Tama, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Ia tergolong penulis tangguh pada masanya; tulisan-tulisannya sangat tegar dan patriotik serta mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain menjadi seorang wartawan muda RM Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, ini terbukti di tahun 1908 dia aktif di Boedi Oetama dan mendapat tugas yang cukup menantang di seksi propaganda. 
Dalam seksi propaganda ini dia aktif untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara Setelah itu pada tanggal 25 Desember 1912 dia mendirikan Indische Partij yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka, organisasi ini didirikan bersama dengan dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo. Organisasi ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret 1913, , dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan. Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh penjajah saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentangpemerintah kolonial Belanda!.
Ada sebuah tulisannya yang bertujuan mengkritik perayaan seratus tahun bebasnya Negeri Belanda dari penjajahan Perancis pada bulan November 1913, dan dirayakan juga di tanah jajahan Indonesia dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut. Judul tulisannya adalah Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan petikannya sebagai berikut: 
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina  mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. 
Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! "Kalau aku seorang Belanda" Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".
Tulisan tersebut dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwess Dekker, dan tulisan lain yang bernada protes pada pemerintah kolonial Belanda adalah Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Protes ini berkaitan dibentuknya Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda, selain karya tulis sebenarnya dibentuk juga sebuah orgarnisasi bernama Komite Boemipoetra sebagai komite tandingan dari komite yang dibentuk oleh Idenburg. Komite Boemipoetra juga merupakan organisasi yang dibentuk setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij.
Karena tulisan yang bernada menyindir secara keras terhadap pemerintah kolonial Belanda, maka dalam hal ini Gubernur Jendral Idenburg memberikan hukuman -walau tanpa proses pengadilan- pada Soewardi berupa hukuman internering yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal atau lebih sering disebut hukum buang. Pulau Bangka sebagai tempat pembuangan Soewardi. 
Merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil, dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo membuat tulisan yang bernada membela Soewardi, akan tetapi oleh pihak Belanda dianggap menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial pada saat itu. Akibatnya keduanya juag terkena hukuman internering, dr. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda. Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena dianggap akan lebih bermanfaat yaitu mereka bisa lebih banyak memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil, dan akhirnya mereka diijinkan untuk menetap di Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Dalam masa pembuangan itu tidak dia sia-siakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga berhasil memperoleh Europeesche Akte. Setelah kembali ke tanah air di tahun 1918, ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Diwujudnyatakan bersama rekan-rekan seperjuangan dengan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau lebih dikenal dengan Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3 Juli 1922, sebuah perguruan yang bercorak nasional. 
Di Tamansiswa murid-murid sangat ditekankan pendidikan rasa kebangsaan agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Selain mencurahkan dalam dunia pendidikan secara nyata di Tamansiswa Soewardi juga tetap rajin menulis, namun tema tulisan-tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan. Tulisannya yang berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan jumlahnya mencapai ratusan buah. Melalui konsep-konsep itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Banyak rintangan yang dihadapi dalam membina Tamansiswa, antara lain adanya Ordonansi Sekolah Liar yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, tetapi berkat perjuangannya, ordonansi itu dicabut kembali.
Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara, dan semenjak saat itu Ki Hadjar tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dalam zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Jabatan yang pernah dipegang setelah Indonesia merdeka ialah sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
Banyak kalangan sering menyejajarkan Ki Hadjar dengan Rabindranath Tagore, seorang pemikir, pendidik, dan pujangga besar kelas dunia yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional India, karena mereka bersahabat dan memang memiliki kesamaan visi dan misi dalam perjuangannya memerdekakan bangsanya dari keterbelakangan. Tagore dan Ki Hadjar sama-sama dekat dengan rakyat, cinta kemerdekaan dan bangga atas budaya bangsanya sendiri. Tagore pernah mengembalikan gelar kebangsawanan (Sir) pada raja Inggris sebagai protes atas keganasan tentara Inggris dalam kasus Amritsar Affair. Tindakan Tagore itu dilatarbelakangi kecintaannya kepada rakyat. Begitu juga halnya dengan ditanggalkannya gelar kebangsawanan (Raden Mas) oleh Ki Hadjar. Tindakan ini dilatarbelakangi keinginan untuk lebih dekat dengan rakyat dari segala lapisan. Antara Ki Hadjar dengan Tagore juga merupakan sosok yang sama-sama cinta kemerdekaan dan budaya bangsanya sendiri. Dipilihnya bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai medan perjuangan tidak terlepas dari "strategi" untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah. Adapun logika berpikirnya relatif sederhana; apabila rakyat diberi pendidikan yang memadai maka wawasannya semakin luas, dengan demikian keinginan untuk merdeka jiwa dan raganya tentu akan semakin tinggi.
Sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan pendiri Tamansiswa, Ki Hadjar memang tidak sendirian berjuang menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan. Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia. Ki Hadjar bukan saja seorang tokoh dan pahlawan pendidikan ini tanggal kelahirannya 2 Mei oleh bangsa Indonesia dijadikan hari Pendidikan Nasional, selain itu melalui surat keputusan Presiden RI no. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 Ki Hadjar ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional. Penghargaan lainnya yang diterima oleh Ki Hadjar Dewantara adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada di tahun 1957.
Dia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Sebagai wujud melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara oleh pihak penerus perguruan Tamansiswa didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Uraian diatas adalah sekilas potongan sejarah perjuangan Ki Hadjar dan terlihat jelas jiwa kebangsaannya telah tertanam sejak muda. Dan jiwa kebangsaannya itu memberikan kontribusi dan dorongan kuat pada dirinya untuk melahirkan konsep-konsep pendidikan yang berwawasan kebangsaan.

Rabu, 22 Juni 2011

Khalifah Ali bin Abu Thalib

Ketika Khalifah Utsman bin Affan wafat. Warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kaufah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut riwayat, Ali sempat menolak penunjukan itu . Namun semua mendesak untuk memimpin umat. Pembaitan Ali pun berlangsung di masjid Nabawi.

Ali adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil, Muhammad diasuh oleh Abu Thalib -pamannya yang juga ayah Ali. Setelah berumah tangga dan melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Muhammad memelihara Ali di rumahnya. Ali dan Zaid bin Haritsah -anak angkat Muhammad-adalah orang pertama yang memeluk Islam, setelah Khadijah. Mereka selalu salat berjamaah.

Kecerdasan dan keberanian Ali sangat menonjol di lingkungan Quraisy. Saat anak-anak, ia telah menantang tokoh-tokoh Qurais yang mencemooh Muhammad. Ketika Muhammad hijrah dan kaum Qurais telah menghunus pedang untuk membunuhnya, Ali tidur di tempat tidur Muhammad serta mengenakan mantel yang dipakai Rasul itu.

Di medan perang, dia adalah petempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar, Uhud hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah ia berhasil menjebol gerbang benteng Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali ditugasi untuk melaksanakan misi militer ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.

Mengenai kecerdasannya, Muhammad pernah memuji Ali dengan kata-kata: "Saya adalah ibukota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Kefasihan bicara Ali dipuji oleh banyak kalangan. Rasul kemudian menikahkan Ali dengan putri bungsunya, Fatimah. Setelah Fatimah wafat, Ali menikah dengan Asmak -janda yang dua kali ditinggal mati suaminya, yakni Ja'far (saudara Ali) dan khalifah Abu Bakar.

Sebagai khalifah ia mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Utsman. Keluarga Umayah menguasai hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Irak -Abu Musa Al-Asyari-yang bukan keluarga Umayah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili pembunuh Utsman. Tuntutan demikian juga banyak diajukan tokoh netral seperti janda Rasulullah -Aisyah, juga Zubair dan Thalhah -dua orang pertama yang masuk Islam seperti Ali.

Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Ia bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, ia mendesak Muawiyah bin Abu Sofyan -Gubernur Syam yang juga pimpinan keluarga Umayah-untuk segera berbaiat kepadanya.

Muawiyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Ustman dihukum. Ali siap menggempur Muawiyah. Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah, Saad bin Abi Waqas, Abdullah anak Umar menyarankan Ali menunda serangan itu. Begitu juga sepupu Ali, Ibnu Abbas. Tapi Ali berkeras, sehingga Ibnu Abbas mengeritiknya: "Anda ini benar-benar panglima perang, bukan negarawan."

Ali segera menyusun pasukan. Ia berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya mendukung Ali. Ia tinggalkan ibukota Madinah sepenuhnya, bahkan seterusnya, untuk langsung memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para pemimpin negara. Setahun sudah berlalu, pembunuh Ustman belum ditindak.

Langkah ini makin mengundang kritik dari kelompok Aisyah. Aisyah, Thalhah dan Zubair lalu memimpin 30 ribu pasukan dari Mekah. Pasukan Ali -yang semula diarahkan ke Syam- terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah. Terjadilah peristiwa menyedihkan itu: perang antar Muslim.

Aisyah memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga mengendarai unta. Maka perang itu disebut Perang Unta. Sekitar 10 ribu orang tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah tandunya penuh anak panah. Zubair tewas dibunuh di waha Al-Sibak. Thalhah terluka di kaki dan meninggal di Basra.

Kesempatan pun dimanfaatkan oleh Muawiyah. Ia menggantungkan jubah Ustman yang berlumur darah, serta potongan jari istri Ustman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan Ali. Pihaknya bahkan menuding Ali sebagai otak pembunuhan Ustman. Muawiyah berhasil menarik Amru bin Ash ke pihaknya.

Amru seorang politisi ulung yang sangat disegani. Ia diiming-imingi menjadi Gubernur Mesir. Abdullah, anak Amru yang saleh, menyarankan ayahnya untuk menolak ajakan Muawiyah. Namun Muhammad -anaknya yang suka politik-menyarankan Amru mengambil kesempatan. Amru tergoda. Ia mendukung Muawiyah untuk menjadi khalifah tandingan.

Kedua pihak bertempur di Shiffin, hulu Sungai Eufrat di perbatasan Irak-Syria. Puluhan ribu Muslim tewas. Di pihak Ali, korban sebanyak 35 ribu di pihak Muawiyah 45 ribu. Dalam keadaan terdesak, pihak Muawiyah bersiasat. Atas usulkan Amru, mereka mengikat Quran di ujung tombak dan mengajak untuk "berhukum pada Quran."

Pihak Ali terbelah. Sebagian berpendapat, seruan itu harus dihormati. Yang lain menyebut itu hanya cara Muawiyah untuk menipu menghindari kalah. Ali mengalah. Kedua pihak berunding. Amru bin Ash di pihak Muawiyah, Abu Musa -yang dikenal sebagai seorang saleh dan tak suka politik- di pihak Ali. Keduanya sepakat untuk "menurunkan" Ali dan Muawiyah. Namun Amru kembali mengingkari kesepakatannya.

Situasi yang tak menentu itu membuat marah Hurkus -komandan pasukan Ali yang berasal dari keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus dan keras. Caranya memandang masalah selalu "hitam putih". Karena cara berpikirnya yang sempit, ia pernah menggugat Rasulullah. Sekarang ia menganggap Muawiyah maupun Ali melanggar hukum Allah. "Laa hukma illallah (tiada hukum selain Allah)," serunya. Pelanggar hukum Allah boleh dibunuh, demikian pendapatnya.

Kelompok Hurkus segera menguat. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai "khawarij" (barisan yang keluar). Mereka menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Pembunuhan berlangsung di beberapa tempat. Mereka berpikir, negara baru akan dapat ditegakkan jika tiga orang yang dianggap penyebab masalah, yakni Ali, Muawiyah dan Amru dibunuh.

Hujaj bertugas membunuh Muwawiyah di Damaskus, Amru bin Abu Bakar membunuh Ambru bin Ash di Mesir dan Abdurrahman membunuh Ali di Kufah. Muawiyah yang kini hidup dengan pengawalan ketat bagai raja hanya terluka. Amru bin Abu Bakar salah bunuh orang imam yang menggantikan Amru bin Ash. Di Kaufah, Ali tengah berangkat ke masjid ketika diserang dengan pedang. Dua hari kemudian ia wafat. Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijriah atau 661 Masehi.

Berakhirlah model kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah. Muawiyah lalu menggunakan model "kerajaan" pemerintahan negara Islam. Ibukota pun dipindah dari Madinah ke Damaskus.

Khalifah Utsman bin Affan

Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah anak Ubaidillah.

Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.

Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman hukuman tersebut tidak dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah "saudara susu".

Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu, kehidupan ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar atau Umar. Ali mempunyai kepribadian yang serupa itu. Sedangkan Ustman adalah seorang yang sangat kaya dan pemurah.

Abdurrahman -yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.

Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad. Atas ajakan Abu Bakar, Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman sehingga ia dinikahkan dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad menikahkan kembali Ustman dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.

Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasul, Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering itu.

Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat dikepung.

Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak mengangkat keluarganya menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting diserahkannya pada keluarga Umayah. Yang paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara. Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.

Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan nama besar seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur Mesir, diberhentikan diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah -keluarga yang paling aktif berkampanye untuk Ustman dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu Abdullah menghadapi kesulitan. Setelah itu, ia mencopot lagi Amr dan memberikan kembali kursi pada Abdullah.

Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid tak mampu menjalankan pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke seluruh masyarakat. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim yang santun dan saleh. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.

Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd adalah Ali. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa mendatang -sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa yang dianut orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, di Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak meluas. Ustman gagal mengatasi masalah ini secara bijak. Abdullah bin Sabak diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan Abdullah, diasingkan di luar kota Madinah sampai meninggal.

Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali mengingatkan Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa tidak ada yang keliru dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.

Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun untuk mundur. Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan dari Kufah memilih Zubair untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Ustman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun mereka menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Ustman yang berkhutbah mengecam tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.

Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Ustman tak lagi menuruti kata-kata Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu pulang. Namun tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut janjinya itu. Massa marah.Pemberontak balik ke Madinah. M

Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi melakukannya setelah ditegur Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Ustman, sebelum Sudan anak Hamran menusukkan pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu, kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.

Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan pengumpulan naskah Quran yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing dikirim ke Mekah, Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.

Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More