Welcome to My website

Selamat datang di website pribadi saya. Tidak neko-neko, disini saya hanya ingin berbagi apa yang bisa saya bagi.

Terima kasih telah berkunjung...

Semoga Bermanfaat
OpulentDelicacy.com

Sabtu, 13 April 2013

Demokrasi : Sebuah Perspektif

Akmal Sjafril
@malakmalakmal
01. #Demokrasi selalu mjd topik bahasan yg menarik. Sebagian org malah bersikap seolah2 topik di dunia cuma yg satu ini :)
    
02. Ada yg bilang, #Demokrasi itu bikinan Barat. Menerimanya berarti membebek Barat.
    
03. Guess what? Nama ‘resmi’ Korea Utara adalah The Democratic People’s Republic of Korea. #Demokrasi
    
04. Korea utara? Demokratis? Membebek Barat? Hmmm… kayaknya ada yg salah ya :) #Demokrasi
    
05. Hal ini menunjukkan bhw penggunaan istilah “ #Demokrasi “ bisa dibilang cukup ‘lentur’.
    
06. Artinya, org bisa saja gunakan istilah yg sama, tp maknanya lain2. #Demokrasi
    
07. AS dan negara2 Barat jg mengaku menjalankan #Demokrasi. Apa benar?
    
08. Konon, dlm #Demokrasi, suara rakyat adalah suara Tuhan. Apa iya?
    
09. Prinsip ini jd senjata bg para penentang #Demokrasi di antara umat Muslim. Pdhal kenyataan tdk membenarkan.
    
10. Suara rakyat adalah suara Tuhan, misalnya, tdk diterapkan di Mesir ketika rejim sekuler berkuasa. #Demokrasi
    
11. Rakyatnya ingin bela Palestina, tp rejim sekuler menutup pintu perbatasan. #Demokrasi
    
12. Jadi, tdk tepat jg bila #Demokrasi diidentikkan dgn ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’.
    
13. Apalagi, pelaksanaannya beda2. Mmg #Demokrasi tak terkendali bs berujung liberalisme. Tp tdk semua begitu.
    
14. Di Indonesia, masih banyak ide2 sekuler-liberal yg tak bs diterima. Meski #Demokrasi ditegakkan.
    
15. Sbb, mengikuti pemikiran Buya Hamka, tengok dasar negaranya. Apa sila pertama? #Demokrasi
    
16. ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Itulah akar tunggang Pancasila. Semua mengakar ke sana. #Demokrasi
    
17. ‘Kemanusiaan’ yg dibicarakan di Sila ke-2 bukan humanisme versi sekuler, tp kemanusiaan berdasar ketuhanan. #Demokrasi
    
18. Demikian jg #Demokrasi yg diterapkan di Indonesia (semestinya) adalah sebuah sistem berlandaskan ketuhanan.
    
19. Jadi, MPR/DPR (lagi2 semestinya) tdk berhak menentukan hal2 yg melanggar agama. Idealnya begitu. #Demokrasi
    
20. Lalu, mengapa kenyataannya tdk ideal? Ya, itulah cerminan bangsa kita. #Demokrasi
    
21. Jgn ngomel2 saja kalau sistem di negeri ini tdk Islami. Itu tandanya, masyarakat kita msh ‘buta syariat’. #Demokrasi
    
22. Org buta jgn diomeli krn kebutaannya. Tapi bantu ia agar bs melihat. Carikan donor mata, kalau perlu. #Demokrasi
    
23. Apa masalah selesai dgn mengutuki sistem? Tentu tidak. Sistem sebaik apa pun perlu perbaikan. #Demokrasi
    
24. Sementara sistem blm Islami, apa yg bisa diperbuat? Masak sih tidak ada, selain membicarakan kecacatan sistem? #Demokrasi
    
25. Sy ingat Ust Adian Husaini pernah memberi retorika yg cerdas. #Demokrasi
    
26. “Kalau tanah kita diserobot org, apa kita tunggu syariat ditegakkan, atau tempuh jalur hukum skrg jg?” #Demokrasi
    
27. Tentu saja kita tdk diam. Lawan dong. Sistem belum islami, bukan berarti tak bisa berbuat apa2. #Demokrasi
    
28. Sistem blm Islami krn rakyat blm Islami. Maka, proyek jangka panjangnya adalah pendidikan. #Demokrasi
    
29. Sdh brp banyak sekolah2 dan perguruan2 tinggi yg Islami didirikan? Itu cerminan kesiapan umat. #Demokrasi
    
30. Banyak sekolah2 Islam tp guru dan siswanya msh jauh dr Islami. Perguruan tinggi apalagi! #Demokrasi
    
31. Kalau sdh Islami akhlaqnya, apa prestasinya sdh sehebat sekolah2 ‘sekuler’? Ini PR lain lagi. #Demokrasi
    
32. Islam tdk bs ditegakkan hny dgn belajar nahwu, sharaf, fiqih, syariat dll. #Demokrasi
    
33. Islam tdk mengenal dikotomi ilmu, tp kategorisasi. Ada ilmu yg fardhu ‘ain, ada yg fardhu kifayah. #Demokrasi
    
34. Di antara umat Muslim hrs ada yg memiliki spesialisasi2 ilmu yg beragam. Ini wajib. #Demokrasi
    
35. Kalau tdk ada yg jd dokter, misalnya, maka umat Muslim bersalah. Semuanya kebagian dosa. #Demokrasi
    
36. Jadi, kita harus evaluasi gerakan dakwah kita jg. Apakah gerakan2 dakwah sdh melahirkan kaum spesialis? #Demokrasi
    
37. Kaum generalis jg perlu. Tp kaum spesialis jgn dilupakan. Tdk bs menang kalau mrk tak ada. #Demokrasi
    
38. Lihat media, misalnya. Islam dihajar terus. Tp media Islam ke mana? #Demokrasi
    
39. Sudah jumlahnya sedikit, yg ada pun kualitasnya memprihatinkan. Wartawannya gak ok, redaktur payah, desain seadanya dll. #Demokrasi
    
40. Kalau begitu kondisinya, kapan kita mau meruntuhkan dominasi TIME, CNN dan semacamnya? #Demokrasi
    
41. Itulah gambaran betapa kompleksnya permasalahan umat. Maka, jgn disederhanakan scr berlebihan. #Demokrasi
    
42. Saat mengisi kajian di ITS blm lama ini, sy dapat sebuah pertanyaan menarik. #Demokrasi
    
43. Seorang ikhwah bertanya, “Bukankah Islam liberal ini lahir krn #Demokrasi?”
    
44. Menurutnya, #Demokrasi-lah yg berikan hak kebebasan berpendapat. Sehingga org2 sesat pun bebas bicara.
    
45. Mari kita gunakan perspektif yg lebih menguntungkan bagi kita semua. #Demokrasi
    
46. Memang benar, #Demokrasi membuka kebebasan berpendapat. Dan kebebasan ini ada potensi buruknya.
    
47. Tapi, apa iya yg bebas bicara hanya yg sesat2? Bukankah pd saat yg sama, pr pembela kebenaran pun bebas bicara? #Demokrasi
    
48. Nah, jika para pembela kebatilan bs manfaatkan hak2nya, mengapa pr pembela kebenaran tdk bisa? #Demokrasi
    
49. Jangan2, pr pembela kebenaranlah yg lemah dlm argumen, lemah beretorika dsb. Kita harus evaluasi. #Demokrasi
    
50. Para Nabi dan Rasul berdakwah dgn argumen. Mrk susun argumennya dgn baik. #Demokrasi
    
51. Mrk tdk ‘menyalahkan’ pr pembela kebatilan yg bicara. Sebaliknya, mrk lawan argumen dgn argumen. #Demokrasi
    
52. Maka, pandanglah #Demokrasi dan kebebasan yg dibawanya sbg semacam ‘arena tanding’.
    
53. Jgn salahkan org awam yg memilih jd sekuler, kalau mmg kaum anti-sekulernya yg argumennya lemah. #Demokrasi
    
54. Oleh krn itu, para aktivis dakwah harus melengkapi dirinya dgn berbagai skill. Public speaking, writing etc. #Demokrasi
    
55. Pr aktivis dakwah jg tdk boleh ‘lari’ dari persaingan sains dan teknologi. Harus jd pemenang di segala lini. #Demokrasi
    
56. Gmn dgn masalah fisik? Harus juga! Org Barat rajin minum susu, masak org Islam gak suka. Sunnah, lho! #Demokrasi
    
57. Org Barat rajin berenang, masak kita kalah? Itu juga sunnah! #Demokrasi
    
58. Tiket kolam renang mahal? Makanya penghasilan dilebihkan. Demi sunnah. Supaya kita jd pemenang. #Demokrasi
    
59. Bayangin kalau mau jihad, musuh2 kita kekar2, kitanya kurus langsing semua. #Demokrasi
    
60. Pernah lihat mujahidin Palestina? Besar, tegap, berotot. Gitu tuh yg nyunnah… #Demokrasi
    
61. Ibnu Mas’ud ra pernah ditertawakan krn betisnya kecil. Ini perlu jd catatan khusus. #Demokrasi
    
62. Memang menertawakan fisik org bukan akhlaq yg baik. Makanya ditegur oleh Nabi saw. #Demokrasi
    
63. Lagian yg diejek Ibnu Mas’ud ra. Beliau adalah salah 1 sahabat paling utama, spesialis Qur’an. #Demokrasi
    
64. Tapi kita jg perlu menyadari bhw di antara sahabat Nabi saw ternyata betis kecil itu minoritas. #Demokrasi
    
65. Artinya, mayoritas badannya kekar2. Ya wajar 1 mujahid bs kalahkan 10 musuh. #Demokrasi
    
66. Memang ada unsur ‘pertolongan Allah’ dlm jihad. Tp pertolongan Allah kan tergantung usaha kita jg. #Demokrasi
    
67. Jihad asal2an, jgn harap turun 1.000 malaikat. Harus berusaha dan penuh persiapan. #Demokrasi
    
68. Sekali lagi, pandanglah #Demokrasi sbg ‘arena tanding’.
    
69. Memang #Demokrasi tdk 100% sejalan dgn Islam. Tp jgn sampai kondisi tdk ideal membuat kita mundur.
    
70. Gara2 menghindari #Demokrasi, akhirnya masalah pendidikan umat diurus o/ org2 sekuler.
    
71. Padahal, pendidikan umat harus diislamisasi. Kalau nggak begitu, kapan sistemnya akan Islami? #Demokrasi
    
72. Yg akan membenahi sistem adalah org2 yg punya kompetensi akademis. Berjuang di lini pendidikan itu wajib. #Demokrasi
    
73. Seorang Muslim bisa menyekolahkan, katakanlah, 2-3 org anak yatim. #Demokrasi
    
74. Sebuah majelis ta’lim bisa sekolahkan berapa? Katakanlah 100 anak. #Demokrasi
    
75. Tapi, seorang Gubernur bisa mendirikan ribuan sekolah. Skalanya sangat berbeda. #Demokrasi
    
76. Kita tdk bisa lari dari pertarungan politik. Umat Muslim harus buktikan diri bisa memimpin. #Demokrasi
    
77. Sistem Islam itu paling top, OK. Tapi harus dibuktikan dlm level pribadi. #Demokrasi
    
78. Susah utk yakinkan org bhw pendidikan yg Islami itu lbh baik kalau yg bicara bkn seorang pendidik yg hebat. #Demokrasi
    
79. Maka, jadilah pendidik yg hebat sblm mengislamisasi pendidikan. Itu br contoh di dunia pendidikan. Di bid lain jg. #Demokrasi
    
80. Siapa yg larang bikin sekolah Islam? Kalau sekolah2 Islam kurang bagus, salah siapa? #Demokrasi
    
81. Siapa yg larang bikin rumah sakit Islam? Kalau RS Islam service-nya gak bagus, salah siapa? #Demokrasi
    
82. Siapa yg larang bikin TV dan radio Islam? Kalau TV dan radio Islam kalah bersaing, salah siapa? #Demokrasi
    
83. Siapa yg larang berbisnis? Kalau pebisnis Muslim kurang profesional, salah siapa? #Demokrasi
    
84. Kita perlu berhenti menyalahkan keadaan. Keadaan gak sebuntu itu kok. Manfaatkan kebebasan. #Demokrasi
    
85. Musuh2 Islam bisa, kok kita nggak bisa? Harus bisa lebih baik! Mentalitas ini berlaku di segala bidang. #Demokrasi
    
86. Selain itu, kita jg harus ‘bersaing’ dgn kaum sekuler di ranah politik. Adu argumen. #Demokrasi
    
87. Org2 sekuler tak mungkin mau dibungkam begitu saja. Kita yg harus membungkamnya. Dgn argumen. #Demokrasi
    
88. Kalau kita bisa bikin org2 sekuler mati kutu dlm debat, maka kita akan sukses perjuangkan misi kita. #Demokrasi
    
89. Terakhir, #Demokrasi jg tdk perlu disikapi secara lebay.
    
90. #Demokrasi cuma ‘arena tanding’, itu saja. Tidak ideal? Of course! Kurang adil? Maybe!
    
91. Oleh krn itu, yg terlibat di jalur #Demokrasi tdk perlu dituduh ‘menyembah demokrasi’. Itu lebay.
    
92. Yg tdk mau bersentuhan sm sekali dgn #Demokrasi, silakan. Mudah2an bs berkontribusi maksimal. Fastabiqul khairat.
    
93. Gak ada yg menyembah #Demokrasi. Iseng amat. Ada gak ya yg kayak begitu? :D
    
94. Setuju atau tdk dgn #Demokrasi, marilah kita benahi satu persatu masalah umat.
    
95. Masalahnya ribet bin kompleks. Jgn dianalisis dgn terlalu ‘polos’. #Demokrasi
    
96. Ijtihad yg salah nilainya satu, yg benar nilainya dua. Salah ijtihad, tdk berdosa. Su’uzhan dan fitnah, nah itu dosa :D #Demokrasi
    
97. Semoga kt tdk terseret o/ #Demokrasi, tdk pula lari dr permasalahan yg sebenarnya. Aamiin yaa Rabb…


*http://chirpstory.com/li/63463

Jumat, 12 April 2013

PKS Resmi Usung TaglineBaru: "Cinta, Kerja, dan Harmoni"


Sepekan jelang Milad yang ke-15 yang akan digelar di Semarang, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara resmi mengusung tagline baru yakni Cinta, Kerja, dan Harmoni. Awalnya, tagline bersih, peduli, dan profesional digunakan PKS sejak beberapa periode terakhir setelah sebelumnya mengusung tagline bersih dan peduli.
Adanya kata cinta dalam tagline PKS kali ini sejalan dengan misi yang dibawa oleh Presiden PKS, Muhammad Anis Matta, di mana dia membawa politik cinta ke dalam ranah demokrasi. Melalui akun twitternya, politisi PKS Fahri Hamzah menjelaskan politik cinta yang dibawa oleh Anis Matta. “Presiden @anismatta telah menulis banyak tentang cinta. Dan kini ia ingin membawanya ke dalam politik,” katanya
dalam akun @Fahrihamzah. Dalam beberapa kesempatan temu kader dan konsolidasi di berbagai wilayah, Anis Matta sering mengungkapkan bahwa cinta harus dibawa ke dalam dunia politik, karena tanpa cinta politik akan terasa galak. “Justru karena keadaan kita seperti itu di mana politik menjadi permainan yang berbahaya, cinta harus hadir. Justru karena politik semakin keras dan kejam maka cinta harus hadir. Justru karena kekuasaan semakin mendominasi makna politik, maka cinta harus melembutkan nya,” kata Anis Matta dalam berbagai forum internal PKS.
Dengan tagline baru ini, dipastikan PKS akan membawa semangat dan ruh perjuangan baru untuk mewujudkan target pencapaian 3 besar di Pemilu 2014 mendatang.



*http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/
news/2013/04/12/152687/PKS-Usung-Tagline-Baru

Kamis, 28 Maret 2013

"Antara PKS dan Kodok Ngorek" ... Opo hubungane??

Coba ajukan pertanyaan ke anak-anak apa
cita-cita mereka, maka mayoritas anak
Indonesia akan menjawab "menjadi DOKTER".
Penulis coba search apa sebabnya dokter
menjadi cita-cita yg populer. Tak mendapat
jawaban yang memuaskan. Lalu penulis ingat
satu lagu populer anak-anak pada masa
lampau, lagu dolanan jawa judulnya "Kodok
Ngorek". Begini syairnya:
Kodok ngorek kodok ngorek
ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblung
teyot teyot teblung
Bocah pinter bocah pinter
besuk dadi dokter
bocah bodho bocah bodho
besuk kaya kebo
Penulis meyakini lagu inilah yang memotivasi
anak-anak jaman dulu tuk menjadi dokter,
dan anak-anak jadul itu sekarang menjadi para
orang tua yang tetap mengajarkan pada
anaknya bahwa cita-cita anak pinter adalah
jadi dokter.
Betapa sebuah lagu dolanan bisa mendoktrin
anak-anak Indonesia untuk menjadi dokter.
Ini mungkin tak terpikirikan sama sekali oleh
penciptanya. Sang komposer hanya
mengepaskan kata pinter dengan kata dokter
saja.
Anda masih ingat Mars Pemilu pada masa
orde baru? untuk bernostalgia, ini syairnya:
Pemilihan umum telah memanggil kita
S’luruh rakyat menyambut gembira
Hak demokrasi Pancasila
Hikmah Indonesia merdeka
Pilihlah wakilmu yang dapat dipercaya
Pengemban Ampera yang setia
Di bawah Undang-Undang Dasar 45
Kita menuju ke pemilihan umum
Lagu tersebut diputar berulang-ulang di RRI
dan TVRI sehingga menjadi lagu yang dihafal
secara tidak sadar oleh rakyat Indonesia.
Walau tidak ada penelitian yg ilmiah tentang
korelasi antara tingginya partisipasi rakyat
pada Pemilu orba dengan adanya mars Pemilu
tsb, penulis meyakini itu ada korelasinya.
Mars pemilu tersebut benar-benar penuh
semangat, menggunggah rakyat tuk
berpartisipasi aktif dalam pemilu.
Bicara lagu dan pemilu, maka kita juga ingat
iklan "SBY Presidenku" yang merupakan
parodi lagu "Indomie Seleraku". Lagu Indomie
sudah sangat familiar di telinga masyarakat,
sehingga ketika itu diganti menjadi "SBY
Presidenku" maka alam bawah sadar
pendengar akan ikut terbawa ajakan iklan itu.
Atau iklan SBY versi "Sajadah Panjang"-nya
bimbo, betapa lagu bimbo yang sudah beken
itu dengan mudah membentuk persepsi publik
bahwa SBY adalah seorang religius tanpa perlu
SBY beriklan dengan bicara menukil hadits
atau ayat Al Qur'an.
Ya, lagu mempunyai efek mempengaruhi
pilihan seseorang. Sekarang pertanyaanya
"PKS punya lagu apa untuk menuju PKS 3
Besar???" Apakah nasyid-nasyid haroki itu?
Bila lagu Kodok Ngorek medoktrin anak-anak
Indonesia memilih Dokter sebagai cita-citanya,
maka lagu apa yang akan mendoktrin rakyat
Indonesia memilih PKS pada pemilu 2014
nanti?
@SPinandhito

Sabtu, 31 Maret 2012

Keadilan, Teks, dan Waktu*

Hubungan antara teks, ruang dan waktu selalu menjadi perdebatan di antara para penafsir, terutama penafsir teks yang dianggap suci. Masalah ini, sebetulnya, bukan saja terjadi di lingkungan masyarakat beragama, tetapi juga masyarakat pada umumnya.
Kenapa “teks” punya kedudukan yang begitu penting seperti raja? Ada banyak penjelasan. Salah satunya yang menurut saya paling penting adalah karena masyarakat bisa disebut sebagai “masyarakat” manakala ada “tata” atau ketertiban dalam dirinya. Orientasi semua masyarakat dalam lingkungan kebudayaan manapun adalah selalu mencari keteraturan, dan, jika itu sudah diperoleh, menjaganya sekuat mungkin, dengan harga apapun.
Inilah sebabnya, semua masyarakat, pada dasarnya, berwatak konservatif. Semua masyarakat akan cenderung menjaga ketertiban dan “tata” (order) yang sudah berhasil ia tegakkan dengan susah payah. Perubahan terhadap tata dan keteraturan, misalnya karena tuntutan zaman, akan selalu membuat masyarakat khawatir dan cemas.
Apa yang disebut tata dan keteraturan dalam masyarakat tentu harus didasarkan pada nilai lain yang sangat penting kedudukannya dalam tegaknya setiap sistem kemasyarakatan. Nilai itu ialah keadilan. Setiap tata atau keteraturan haruslah memenuhi satu syarat, yaitu, dia haruslah tata dan keteraturan yang adil. Tata yang tidak adil, cepat atau lambat, tentu akan rubuh, karena semua anggota dalam masyarakat itu akan melakukan perlawanan terhadapnya. Hingga waktu tertentu, perlawanan bisa dicegah. Tetapi, perlawanan terhadap tata yang tak adil tak bisa dicegah untuk selama-lamanya.
Yang menjadi soal, apa yang disebut “yang adil” bukanlah barang yang mudah didefinisikan. Konsep tentang yang adil juga tidak statis, tetapi bergerak terus. Tetapi, jika standar keadilan berubah terus, bagaimana masyarakat bisa ditegakkan? Bangunan masyarakat, pada akhirnya, toh membutuhkan fondasi yang tetap dan ajeg. Di sinilah, isu “teks” masuk. Teks dibutuhkan oleh masyarakat karena mereka membutuhkan kepastian tentang pengertian keadilan itu. Oleh karena Tuhan dianggap sebagai sumber keadilan yang mutlak, maka teks yang bersumber dari Tuhan (disebut Kitab Suci) dianggap sebagai penjamin konsep keadilan yang paling kokoh. Teks-teks sekular (misalnya konstitusi modern) dianggap tak bisa memenuhi cita-cita ini.
Itulah sebabnya teks suci menempati kedudukan penting dalam masyarakat beragama. Dalam masyarakat sekular yang mempunyai hubungan yang kian longgar atau lebih pribadi dengan agama, kedudukan teks tetaplah penting sebagai penjamin makna keadilan. Hanya saja, teks yang menjadi fondasi masyarakat sekular tidak lagi bersifat “suci”. Dalam masyarakat sekular, kedudukan teks suci digantikan dengan teks konstitusi yang dihasilkan melalui proses kesepakatan sosial.
Baik dalam masyarakat beragama dan masyarakat sekular, ada hal yang mempertemukan keduanya, yakni pentingnya kedudukan teks sebagai penjamin makna keadilan. Teks yang terbentuk melalui jalinan huruf yang membentuk kalimat dan ujaran yang bermakna, memberikan rasa kepastian kepada masyarakat. Suatu pengertian yang pra-teks (seperti pikiran yang ada di benak kita, atau percakapan longgar dalam sebuah diskusi) biasanya tak stabil. Agar suatu pengertian bersifat stabil, dibutuhkanlah teks sebagai “baju” yang memberikan bentuk yang kurang lebih pasti terhadap kekaburan makna pra-tekstual.
Pertanyaannya adalah: apakah konsep keadilan yang begitu rumit bisa ditampung secara menyeluruh dalam sebuah teks, meskipun itu adalah teks yang suci sekalipun? Jika keadaan berubah, waktu terus maju, dan pengertian manusia tentang keadilan berubah secara mendasar, apakah pengertian tentang keadilan yang sudah tertuang dalam teks tertentu (misalnya Quran atau sunnah) harus dipertahankan apa adanya? Ataukah penafsiran ulang atas teks dimungkinkan?
Pertanyaan-pertanyaan di atas sebetulnya tak terlalu rumit jawabannya sejauh menyangkut teks yang tak suci, misalnya konstitusi. Masalahnya menjadi rumit jika teks itu dianggap oleh masyarakat tertentu sebagai teks suci yang berasal dari Tuhan dan berlaku sebagai ketentuan yang universal kapanpun dan di manapun.
Berhadapan dengan teks yang tak suci, seseorang dengan mudah akan menempuh jalur yang sederhana: jika teks itu sudah tak sesuai dengan semangat zaman, ya dibuang saja, atau pun jika dibaca, hanya sebagai sumber inspirasi umum saja. Tak ada keharusan untuk menaati makna harafiah dalam teks itu.
Sikap “santai” semacam ini sulit kita berlakukan terhadap teks yang dianggap suci. Jika ada yang memakai sikap rileks seperti itu, dia akan menanggung resiko sosial dan keagamaan yang berat. Sejauh menyangkut teks suci, biasanya seseorang harus menempuh jalan berliku dan argumen yang bertakik-takik yang ujungnya sebetulnya sederhana: bahwa teks suci itu sudah tak relevan, sehingga harus ditafsir ulang, sebab tak mungkin dibuang sama sekali.
Saya akan memberikan contoh sederhana. Sebuah hadis riwayat Ibn Majah menyebutkan, siapapun budak perempuan yang melahirkan anak (karena digauli oleh majikannya), maka ia akan dengan sendirinya menjadi merdeka setelah majikannya itu meninggal. Teks aslinya: ayyuma amatin waladat min sayyidiha fa hiya hurratun ‘an duburin minhu. Dalam kitab-kitab fikih (hukum Islam), biasanya hadis ini menjadi landasan untuk pembahasan lebih jauh tentang apa yang disebut ummahat al-aulad (budak perempuan yang mempunyai anak dari majikannya).
Dalam keyakinan umat Islam, hadis menempati kedudukan sebagai teks suci kedua setelah Quran. Ketentuan yang tertuang dalam hadis, oleh umat Islam dianggap sebagai norma yang mengikat, sebab ia adalah sumber keadilan yang berasal dari Tuhan. Jika demikian halnya, bagaimana kita berhadapan dengan teks pendek di atas yang berasal dari hadis Nabi itu?
Hadis di atas mengandung norma penting tentang keadilan, yakni, hak budak perempuan untuk merdeka setelah majikannya meninggal, karena yang terakhir ini telah menggaulinya sebagai layaknya seorang isteri.
Tetapi, pertanyaan berikutnya juga segera menyeruak ke permukaan: apakah hadis di atas juga mengandung norma lain—misalnya, apakah ia menyetujui lembaga perbudakan? Jawaban tentu jelas sekali: ya. Hadis itu, secara implisit (mafhum/makna tersirat), mengandung pengertian bahwa lembaga perbudakan disetujui oleh Islam. Tidak seperti gerakan abolisionis yang muncul pada abad ke-18 di negeri-negeri Barat yang menghendaki penghapusan perbudakan secara total, Islam datang ke masyarakat Arab pada abad ke-7 dengan ajaran yang non-abolisionistik. Islam bisa menerima lembaga perbudakan pada zaman itu, tetapi, secara pelan-pelan, melakukan reformasi atas lembaga itu. Islam mengenalkan sejumlah norma keadilan dalam memperlakukan budak, antara lain melalui ketentuan tentang hak kemerdekaan otomatis bagi seorang budak perempuan yang memiliki anak dari majikannya setelah yang terakhir ini meninggal, seperti termuat dalam teks hadis di atas.
Pertanyaan berikutnya lagi: apakah lembaga perbudakan ini harus tetap dipertahankan saat ini, semata-mata karena teks hadis di atas mengandung makna implisit tentang pengakuan atas lembaga itu? Jika jawabannya ya, apakah mempertahankan lembaga itu memenuhi norma keadilan untuk konteks sekarang?
Saya kira, jawaban untuk pertanyaan ini sangat mudah: jelas, lembaga perbudakan tak bisa lagi dipertahankan saat ini. Selain berlawanan dengan hukum internasional, ia juga berlawanan dengan norma keadilan yang diajarkan oleh Islam sendiri. Setahu saya, tak ada seorang ulama modern yang masih berpendapat bahwa lembaga perbudakan masih bisa dipertahankan saat ini, dengan alasan bahwa praktek itu tidak pernah dihapuskan secara mutlak baik melalui teks Quran atau hadis.
Contoh kecil ini memperlihatkan beberapa hal. Pertama, baik ketentuan yang berasal dari teks suci (agama) atau teks “sekular” (seperti konstitusi modern), memiliki aspirasi yang sama, yaitu hendak menegakkan tatanan yang adil. Kedua, apa yang disebut sebagai tatanan yang adil sudah tentu berkembang terus, seturut dengan perkembangan peradaban manusia. Pada suatu zaman, lembaga perbudakan dianggap tak menyalahi norma keadilan. Di zaman yang lain, lembaga itu dianggap tak adil lagi, dan karena itu harus dihapuskan sama sekali. Ketiga, karena pengertian tentang norma keadilan ini terus berubah, maka pemahaman kita terhadap teks juga harus berubah, terutama teks suci yang biasanya sama sekali tak bisa dihapuskan begitu saja. Jika pemahaman kita statis, maka kita akan berpendapat bahwa lembaga perbudakan harus tetap dipertahankan dengan landasan teks di atas. Pemahaman yang terakhir ini, jelas bertentangan dengan rasa keadilan manusia modern saat ini.
Tetapi, yang lebih penting dari semuanya ialah kenyataan bahwa teks tak bisa bersifat “exhaustive”,  sempurna dan lengkap memuat makna keadilan secara menyeluruh. Contoh hadis tentang budak umm al-walad di atas adalah ilustrasi yang sangat bagus untuk memperlihatkan ketidaksempurnaan teks dalam memuat pengertian tentang keadilan. Sebab, memang setiap teks akan selalu terikat dengan konteks tertentu. Yang bisa membebaskan teks dari kungkungan konteks ini agar norma keadilan yang terkandung di dalamnya bisa terus relevan ialah pemahaman (baca: tafsir) kita. Manusialah yang bertugas untuk “membebaskan” teks dari kungkungan spasio-temporal yang membatasinya.
 
 
*Ulil Abshar-Abdalla

Rabu, 21 Maret 2012

Tafsir Munir DR. Wahbah Zuhayli


Setelah kemarin saya upload setup qur’an in Ms. Word, saya hari ini mempunyai sesuatu untuk dibagikan kepada teman-teman semuanya. Yakni ebook tafsir munir karangan DR. Wahbah Zuhayli yang cocok untuk tambahan buku bagi yang sudah memiliki maktabah syamilah. Saya upload ebook kitab ini karena saya yakin banyak teman-teman yang membutuhkan kitab ini dalam versi ebook. Entah karena untuk mempermudah ketika membacanya dan mudah dibawa-bawa tapi yang pasti ebook ini sangat murah dan bahkan gratis tis tis..hehe
Sebetulnya keinginan saya untuk menyebarkan ebook ini berawal ketika saya kehilangan kitab tafsir munir karangan DR. Wahbah Zuhayli dua jilid yaitu jilid delapan dan sebelas ketika di kereta dari Rangkasbitung menuju Ciputat (curhat dikit hehe..)
DR. Wahbah Zuhayli

Berawal kecintaan saya dengan kitab ini yang sangat menarik untuk di baca dan dari musibah yang saya alami maka saya berinisiatif untuk mencari versi ebooknya dan setelah saya dapatkan, maka saya pun membagikannya kepada teman-teman yang membutuhkannya.
Maka malam ini saya sempatkan untuk beramal di dunia maya. Langung aja Chekedot….

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More