Welcome to My website

Selamat datang di website pribadi saya. Tidak neko-neko, disini saya hanya ingin berbagi apa yang bisa saya bagi.

Terima kasih telah berkunjung...

Semoga Bermanfaat
OpulentDelicacy.com

Minggu, 19 Juni 2011

Ahlul Kitab Dalam Sorotan

Upaya meluruskan pemahaman dan pelaksanaan
Prolog
Pikiran yang menganggap semua agama itu sama sudah lama hadir di negeri Indonesia. Segala macam cara mereka masuki agar dapat meyakinkan manusia bahwa agama yang dianutnya bukanlah satu-satunya agama yang benar. Sebab –menurut mereka- semua agama sama-sama mengajarkan kebenaran moral dan spiritual. Lebih jauh lagi meraka berkeyakinan bahwa tidak ada satupun agama yang sempurna (kâfah), karena itu semua agama bisa saling menyempurnakan antara satu dengan yang lainnya. Ajaran Nabi Ibrahim yang hanif mereka anggap telah mencakup tiga agama samawi yang sekarang masih ada, yaitu Yahudi, Nashrani dan Islam, padahal orang-orang Yahudi telah dikatakan kafir ketika mereka mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah Swt, sedangkan orang-orang Nashrani dikatakan kafir ketika mengatakan bahwa Isa as. adalah anak Allah Swt, sedangkan Nabi Ibrahim tidak mengajarkan sebuah kemusyrikan. Pemikiran mereka ini berawal dari ketidakfahaman akan hakikat ke-kâfah-an Islam. Karena itu, Islamlah sebagai agama penerus ajaran Nabi Ibrahim yang hanif.[1]
Berlepas dari apa tujuan mereka melahirkan pemikiran bahwa semua agama itu sama, atau apa yang mereka sebut dengan "Pluralisme Agama", saya di sini hanya akan membahas satu diantara banyak cara para "Pion" pluralis agama dalam meluluskan obsesi mereka, yaitu mengenai konsep Ahlul Kitab. Makna Ahlul Kitab yang sering mereka fahamkan kepada muslim khususnya, diartikan hanya sebatas literal, yaitu “Konsep yang memberi pengakuan tertentu kepada para penganut agama diluar Islam yang memiliki kitab suci”[2], lebih jauh lagi mereka mendefinisikannya sebagai: “mereka yang percaya kepada Tuhan dan hari akhir, dan tentunya juga percaya kepada salah seorang nabi dan mengakui adanya kitab suci yang menjadi pegangan mereka. Karena itu, siapa saja yang mengaku pimpinan agamanya sebagai nabi dan mempunyai kitab suci, pengikutnya dapat disebut sebagai Ahli Kitab”. Sehingga dalam keyakinan mereka agama buatan manusiapun mereka anggap sebagai ahlul kitab, karena merekapun memiliki kitab suci, semisal; Budha, Hindu, Kong hu chu, dll .

Definisi
Imam Syafi’i (wafat 204H) dalam kitabnya “Al Umm” menyebutkan definisi Ahlul kitab dengan menyitir ucapan Atha (seorang Tabi’in) yang berkata “Orang Kristen Arab bukan termasuk ahli kitab, ahli kitab adalah keturunan Israel. Yakni orang-orang yang datang kepada mereka kitab Tauret dan Injil. Adapun orang lain yang memeluk agama mereka bukan Ahlul kitab”. [3]
Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Ahlul kitab adalah orang-orang yang beragama Yahudi dan Nashrani keturunan bangsa Israel, adapun Yahudi dan Nashrani yang bukan keturunan bangsa Israel bukanlah termasuk Ahlul kitab. Definisi ini sejalan dengan firman Allah Swt. dalam surat Ash Shaf: 6 yang berbunyi “Dan  ketika 'Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan  seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad ….". Ucapan Nabi Isa As. ini menegaskan akan keterbatasan ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa, yaitu hanya untuk Bangsa Israel dan hanya hingga kedatangan Nabi Muhammad Saw.
Di dalam Injilpun terdapat ayat yang senada dengan semangat ayat Al Qur'an tadi, yang menunjukan keterbatasan ajaran Nabi Isa hanya bagi bangsa Israel. Nabi Isa bersabda: “Aku  diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Matius 15:24), karena ajaran Nabi-Nabi sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw. yang berjumlah 124.000 Nabi, dibatasi oleh tempat (bangsa) dan waktu. Sedangkan Nabi Isa dibatasi hanya untuk satu bangsa (Israel) dan hanya untuk waktu sampai sebelum diutus Muhammad Saw. Adapun Rasulullah adalah penutup para Nabi yang diutus kepada semua bangsa dan untuk masa yang tidak ditentukan, sebagaimana firman Allah Swt. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk  rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyâ: 107).
Maka dapat didefinisikan bahwa Ahlul Kitab adalah: "Orang yang beragama Yahudi dan Nashrani keturunan bangsa Israel, yang masih ada setelah kedatangan Nabi Muhammad Saw.".

Memilah-milah Ahlul kitab
Di dalam Al Qur’an terdapat banyak keterangan mengenai sifat-sifat para Ahlul kitab, baik ditinjau dari kepribadian mereka dalam memperlakukan dirinya sendiri, atau didalam merespon kepada orang dan agama lain (Islam). Sifat-sifat ini selayaknya dibedakan dan ditempatkan sesuai dengan porsinya masing-masing, agar tidak terjadi pengeneralisiran yang akhirnya membenarkan atau menyalahkan secara keseluruhan. Sebagaimana Allah berfirman bahwa Ahlul kitab itu tidaklah sama, diantara meraka ada yang berlaku lurus yang akhirnya mereka masuk Islam, tapi kebanyakan diantara Ahlul kitab itu adalah orang-orang yang fasiq.[4]
Karenanya, memilah Ahlul kitab adalah suatu kemestian agar kita dapat memposisikan mereka sesuai dengan kepribadian mereka masing-masing. Akhirnya kita bisa memilah mana yang layak untuk diajak bersosial ataukah tidak layak. Penulis membagi Ahlul kitab kepada tiga golongan, pertama, Mereka yang baik dan akhirnya masuk Islam, kedua, Mereka yang fasiq dan mengingkari Islam, ketiga, Mereka yang masih memegang agamanya, akan tetapi dalam perlindungan Islam. Namun yang mesti diperhatikan, bahwa ketika golongan Ahlul kitab ini adalah mereka yang merupakan keturunan bangsa Israel.
1.      Ahlul kitab yang baik dan masuk Islam
Golongan ini adalah mereka yang masih memegang teguh ajaran Tauret dan Injil yang belum mengalami deviasi (Tahrif), sehingga ketika dibacakan ayat-ayat Al Qur’an kepada mereka, air matanya bercucuran, seraya mereka berharap agar digolongkan ke dalam orang-orang yang menjadi saksi.[5] Serta apabila mereka mendengarkan perkataan yang tidak bermanfaat, mereka langsung berpaling dan menjauhi orang-orang yang jahil (bodoh)[6].
Pada akhirnya, golongan pertama ini masuk Islam, beriman kepada Allah dan hari akhir, beriman kepada Al Qur’an dan beriman kepada kenabian Rasulullah Saw. Dan Allah memberi mereka balasan di dunia berupa limpahan rahmat dari langit dan bumi[7], dan mereka mendapatkan pahala dua kali lipat disebabkan kesabaran mereka[8], serta di akhirat mereka mendapatkan kekekalan di syurga[9].
Adapun sikap kita selaku muslim terhadap mereka, mesti disejajarkan dengan sikap kita terhadap saudara semuslim. Kenapa?, karena mereka adalah Ahlul kitab yang telah masuk Islam. Diantara golongan ini pada jaman Nabi Saw. ada yang bernama Abdullah Ibn Aslam (mantan Yahudi) dan Tamim Ad Dari (mantan Nashrani).
2.      Ahlul kitab yang fasiq dan mengingkari Islam
  1. Golongan kedua ini muncul disebabkan mereka telah semena-mena mentahrif kitab-kitab sebelum Al Qur’an[10], lalu mereka lantas mengingkari kenabian Muhammad Saw., padahal mereka telah mengenal Muhammad layaknya mereka mengenal anak-anaknya sendiri[11]. Sekaligus, mereka mengingkari ke-Esa-an Allah Swt., dengan mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari oknum yang tiga[12], atau mereka mengatakan bahwa Uzair anak Allah dan Isa sebagai anak Allah dan tuhan bagi mereka, serta menjadikan rahib (pendeta) mereka sebagai tuhan mereka[13].
Mereka inilah yang dikatakan imam Syafi’i dalam kitab “Ar Risalah”nya sebagai “orang-orang yang menukar hukum-hukum Allah, kafir kepada-Nya, serta menghiasi lidah mereka dengan kebohongan. Kemudian mereka mencampuradukkan antara kebohongan mereka dengan kebenaran yang telah Allah terangkan kepada mereka”. Golongan kedua ini tidak hanya menanamkan jiwa fasiq pada dirinya sendiri, akan tetapi merekapun gencar menghasut orang-orang yang beriman. Mereka begitu dengki, sehingga mereka tidak mau orang-orang yang beriman mendapatkan kebaikan dari Allah Swt.[14] dan berusaha ingin mengkafirkannya[15], serta menyesatkannya[16], kemudian mereka ingin memadamkan cahaya di hati-hati orang yang beriman[17].
Adapun sikap kita terhadap mereka mesti diletakkan sesuai dengan apa yang mereka perbuat kepada kita, agar menahan konspirasi mereka terhadap kita dan agar aqidah umat Islam tetap kokoh tidak layaknya aqidah kaum liberalis. Kita dianjurkan berdebat dengan baik kepada mereka, kecuali jika mereka tetap membantah dan menyatakan permusuhan[18], dan tidak boleh sekali-kali mematuhi mereka dengan tidak menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan[19], serta tidak menjadikan mereka sebagai pemimpin[20]. Juga mesti memerangi mereka, karena mereka termasuk kafir harbi, yaitu; kafir yang wajib diperangi, sebab mereka selalu manyalakan api peperangan[21]. Contoh riilnya, mereka selama setengah abad lamanya sampai saat ini menindas dan menjajah muslimin di Palestina. Serta yang tidak kalah pentingnya, kita mesti bersabar terhadap segala bencana, agar tipu daya mereka tidak mendatangkan madlarat bagi kita[22].
3.      Ahlul kitab yang berada dibawah perlindungan Islam
Golongan ketiga ini adalah mereka yang dinamakan dengan kafir dzimmi (kafir yang dilindungi). Mereka masih beraktifitas dan beribadah sesuai keyakinan mereka serta tidak bersikap layaknya golongan kedua, tetapi mereka berada dalam perlindungan pemerintahan Islam yang mewajibkan mereka agar membayar Jizyah (pajak jaminan keamanan). Golongan ketiga ini dinamakan juga dalam Al Qur’an sebagai “Ummatun Muqtashidah”, sebagaimana firman-Nya : “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan Taurat dan Injil dan yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan/Ummatun Muqtashidah. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.”(QS. Al Mâidah: 66).
Imam Al Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al Jâmi’u li Ahkâmil Qur’ân menyitir satu pendapat mengenai penafsiran kalimat Ummatun Muqtashidah, yaitu “Suatu kaum yang tidak beriman, akan tetapi mereka bukan termasuk golongan yang suka menyakiti dan mengejek (agama lain)”[23]. Jadi, Ummatun Muqtashidah adalah Ahlul kitab yang tidak suka menyakiti dan mengejek agama lain, akan tetapi mereka berada di bawah perlindungan Islam.
Sikap kita terhadap Ahlul kitab golongan ketiga ini hampir sama seperti sikap kita terhadap Ahlul kitab golongan kedua, yaitu; dianjurkan berdebat dengan baik kepada mereka, tidak boleh mematuhi mereka dengan tidak menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan, serta tidak menjadikan mereka pemimpin muslimin, kemudian mesti bersabar. Akan tetapi, kita diharamkan membunuh dan memerangi mereka[24], sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Barangsiapa membunuh orang yang berada dalam perjanjian (kafir dzimmi), maka dia tidak akan mencium wangi syurga. Padahal wangi syurga tercium sepanjang perjalanan empat puluh tahun” (HR. Bukhari). Juga, kita mesti menjaga harta dan keturunan mereka, dan melarang memaksakan suatu agama kepada mereka[25]. Agama kitapun membolehkan untuk bersosial dengan mereka selama mereka tidak memerangi[26].

Dari pengelompokkan Ahlul kitab ini, dapat disimpulkan bahwa firman Allah Swt. mengenai Ahlul kitab yang membaca ayat-ayat Allah Swt. pada malam hari seraya bersujud[27], dan firman Allah Swt. yang menyebutkan bahwa mereka menitikkan air mata ketika dibacakan Al Qur’an[28] adalah; firman yang ditujukan khusus bagi Ahlul kitab golongan pertama (Ahlul kitab yang baik dan akhirnya masuk Islam). Artinya, kedua firman ini tidak bisa diterapkan kepada Ahlul kitab golongan kedua dan ketiga.
Sebaliknya, firman Allah Swt. yang menegaskan bahwa Ahlul kitab yang menyembah Nabi Isa As.[29], dan Ahlul kitab yang suka merobah ayat-ayat Allah Swt.[30] adalah; firman Allah Swt. yang ditujukan khusus kepada Ahlul kitab golongan kedua dan ketiga. Sehingga, tidak dibenarkan jika firman ini diterapkan kepada Ahlul kitab yang beriman.
Berdasarkan dalil-dalil yang penulis sampaikan di atas, maka siapapun tidak berhak mencampuradukkan dan memutarbalikkan kedua pihak tersebut. Termasuk kaum liberalis yang telah menapikkan perbedaan yang begitu dalam antara Ahlul kitab yang beriman dengan Ahlul kitab yang tidak beriman. Mereka telah mengeneralisir ayat-ayat, dan mengaburkan dua pemilihan secara tumpang tindih, sehingga mereka memakai firman yang seharusnya ditujukan kepada Ahlul kitab yang beriman, malah diterapkan kepada Ahlul kitab yang kafir. Padahal, terdapat perbedaan yang mendasar antara aqidah yang hanif (baca: tauhid) dengan aqidah Trinitas (Tatslits).
Perbedaan yang menyolok antara kedua pihak, dimana Ahlul kitab yang beriman adalah mereka yang mengimani kenabian Isa Almasih, contohnya; pendeta-pendeta yang menjadi guru Salman Al Farisi yang menunjukkan Salman kepada Nabi Muhammad Saw. Sedangkan Ahlul kitab yang kafir adalah mereka yang mengakui ketuhanan Yesus (Nabi Isa), Trinitas, Surat penebusan dosa, penyaliban Yesus, Inkarnasi (Tajassud)/tuhan yang menjelma, serta menolak Al Qur’an dan kenabian Muhammad Saw. Kenapa kaum liberalis menyembunyikan ayat-ayat Al Qur’an yang jelas menolak faham trinitas[31], serta mereka menutup mata terhadap ayat yang terang-terangkan melaknat orang-orang yang menyatakan bahwa Isa adalah anak Allah Swt.[32]?. Apakah mereka hendak membuat agama sendiri yang bernama "agama liberal"?!.

Simpang siur dalam memahami pernikahan Ahlul Kitab
Upaya kaum liberalis dalam menggolkan tujuannya tidak hanya berhenti sampai memberikan pemahaman kepada umat beragama bahwa semua agama itu sama, tetapi mereka melanjutkannya pada tarap praktis seperti; menikahkan muslimin dengan non-muslim yang mereka anggap sebagai Ahlul kitab. Padahal, sebagaimana sudah dijelaskan di atas, bahwa Ahlul kitab adalah orang Yahudi dan Kristen yang berketurunan dari  bangsa Israel.
Islam membolehkan muslim laki-laki untuk menikahi wanita Ahlul kitab[33], tetapi Islam tidak membolehkan jika muslimah menikahi laki-laki dari Ahlul kitab[34]. Larangan ini disyari’atkan, agar dapat menjaga aqidah para muslimah dari pengaruh suaminya, karena pengaruh pendidikan suami lebih besar bagi istri dari pada pengaruh istri bagi suami.
Adapun pembolehannya laki-laki muslim dalam menikahi wanita Ahlul kitab, ini dibatasi oleh syarat umum yang terdapat dalam surat Al Mâidah: 5. Maksudnya, laki-laki muslim boleh menikahi wanita Ahlul kitab, jika wanita tersebut termasuk orang yang menjaga kehormatannya (Al Ihshân). Imam Al Qurthubi menyitir ucapan Ibn Abbas dalam menafsirkan kalimat Al Ihshân, beliau berkata “Al Ihshân ditafsirkan sebagai, wanita Ahlul kitab yang suci dan berakal”[35].
Tetapi, syarat umum ini masih terikat oleh syarat-syarat khusus yang terdapat di dalam ayat-ayat lainnya. Artinya, laki-laki muslim boleh menikahi wanita Ahlul Kitab jika wanita itu termasuk Al Ihshân (syarat umum) dan termasuk pada syarat-syarat khusus di bawah ini:
1.      Wanita Ahlul kitab keturunan bangsa Israel, karena Ahlul kitab adalah mereka yang berasal-usul dari keturunan bangsa Israel[36].
2.      Wanita Ahlul kitab yang mempercayai ke-Esa-an Allah Swt. dan kerasulan Muhammad Saw.[37].
Syarat nomor dua ini dimasukkan, karena orang yang menyatakan bahwa Isa atau Uzair adalah anak/tuhan, mereka itu disebut juga para musyrikin sekaligus kafir. Karenanya Abdullah Ibn Umar pernah berkata “Allah mengharamkan wanita-wanita musyrik bagi orang-orang yang beriman. Dan aku (Ibn Umar) tidak melihat ada kemusyrikan yang lebih besar dari seorang wanita yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa (Yesus), padahal Isa adalah hamba Allah”[38]. Ahlul kitab yang dimaksud disini adalah mereka yang bermadzhab Arius (dalam Kristen) yang menyatakan dalam Konsili Nikea tahun 325M bahwa “Yesus tidak bersifat azali (azali: ada yang tidak didahului oleh tidak ada), Yesus diciptakan oleh Allah, dia tidak menyamai substansi (jauhar) Allah”. Namun mayoritas madzhab ini diusir, dibunuh dan dibakar buku-bukunya oleh madzhab Athanasius (aqidah trinitas) pada penjagalan yang bernama “Lembaga Inkuisisi”.

Ketiga syarat ini tidak berarti mengubah nash qath’i (teks mapan) dalam Al Qur’an yang membolehkan lelaki muslim menikahi wanita Ahlul Kitab, akan tetapi ini adalah upaya mengikat syarat yang umum dengan syarat-syarat yang khusus, agar muslimin tidak salah dalam memilih wanita Ahlul kitab. Upaya pengikatan syarat umum ini telah dilakukan oleh Umar Ibn khathab pada masa kekhilafahannya, beliau melarang Thalhah Ibn Ubaidillah dan Hudzaifah yang hendak menikahi wanita Ahlul kitab. Beliau beralasan, khawatir jika wanita Ahlul kitab yang akan dinikahi Thalhah dan Hudzaifah berkhianat dan keluar dari syarat Al Ihsan, yang telah ditetapkan Allah dalam Al Qur’an[39].
Lebih lanjut lagi, Imam Asy Syafi’i menyatakan dalam kitab “Al Umm”nya “Menikahi orang-orang baik (wanita Al Ihsan. pen) dari golongan Ahlul kitab hukumnya halal, meski aku lebih suka orang Islam tidak menikahi mereka. Aku diberitahu Abdul Majid dari Ibn Juraij dari Abu Zubair, bahwa Abu Zubair mendengar Jabir Ibn Abdullah ra. pernah ditanya tentang pria muslim yang menikahi wanita Yahudi atau wanita Nashrani. Jabir menjawab, ‘Aku dan Sa’ad Ibn Abi Waqqash pernah menikahi wanita Ahlul kitab semasa penaklukan Kufah (Irak) oleh karena kami tidak mendapati banyak wanita muslimat di sana ketika itu. Lalu kami kembali ke Madinah, kami menceraikan mereka’. Kata Jabir lagi, ‘Mereka tidak berhak mewarisi harta seorang muslim, dan sebaliknya orang muslim tidak berhak mewarisi harta mereka. Wanita Ahlul kitab boleh dinikahi oleh muslim, tapi wanita muslimah haram dinikahi oleh mereka’,”[40].
Dari kisah Jabir ini dapat disimpulkan bahwa, ada dua kondisi yang harus diperhitungkan ketika akan menikahi wanita Ahlul kitab :
Pertama, mereka dalam kondisi masa penaklukan (Al Fath). Artinya, menikahi wanita Ahlul kitab itu ketika Islam menang atas mereka. Jadi, pernikahan itu boleh dilakukan hanya dalam Negara Islam, dimana pemerintahan Islam punya kekuasaan untuk memelihara keluarga muslim. Dan lagi, wanita Ahlul kitab itu berada dalam wilayah negeri Islam.
Kedua, mereka dalam kondisi nyaris tak mendapat wanita muslimah.
Namun, meskipun dua kondisi itu sudah terpenuhi, dua orang sahabat dalam riwayat di atas toh pada akhirnya menceraikan mereka[41].  Maka penulis cenderung kepada pendapat imam Syafi’i yaitu membolehkan menikahi wanita Ahlul kitab, namun yang sesuai dengan syarat-syarat di atas. Tapi, penulis lebih menyarankan jika orang Islam tidak menikahi mereka, disamping demi menjaga diri dan keluarga dari api neraka[42], juga karena masih banyak wanita muslimah yang belum menikah.

Epilog
Para musuh Islam dan orang-orang yang lemah imannya terus-menerus membuat pembusukan dari dalam tubuh umat Islam, dengan menggoyah aqidah mereka agar lambat-laun keluar dari Islam. Jika saja kita membenarkan konsep Ahlul Kitab yang mereka sodorkan, maka tidak hanya kekacauan pemikiran ini saja yang akan dialami kita, tapi pada hal-hal yang lainnyapun akan terpengaruhi. Dikarenakan jika kita sudah sedikit melenceng, maka mereka akan terus membawa ke arah yang lebih sesat, dengan mengaburkan pemahaman yang berkenaan dengan aqidah dan ibadah. Sehingga pluralisme agama yang mereka cita-citakan, dapat terealisasikan.
Penulis hanya mengajak agar sama-sama mendalami Islam dengan mempelajarinya dari para ulama Islam, tidak kepada para Orientalis dan liberalis. Karena ulama adalah mereka yang senantiasa takut kepada Allah, sehingga mereka tidak akan menyalahgunakan dan menyesatkan Ilmu. Sedangkan para Orientalis dan Liberalis adalah mereka yang hanya berorientasikan pada keduniawian semata.
 In Urîdu Illal Ishlâha Mastatho’tu




[1] QS. Ali Imran: 67-68
[2]Nurcholish Madjid, dkk. Fiqih Lintas Agama, Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, h.  42
[3] Asy Syafi'i, Al Umm, Beirut, Dar El Kutub El Ilmiah, Jil. V, h. 11
[4] QS. Ali Imran: 110-113
[5] QS. Al mâidah: 83, Al Qhashash: 52-53
[6] QS. Al Qhashash: 52
[7] QS. Al mâidah: 66
[8] QS. Al Qhashash: 54
[9] QS. Al mâidah: 85
[10] QS. Ali Imran: 78
[11] QS. Al Baqarah: 146
[12] QS. Al mâidah: 73
[13] QS. At Taubah: 30-31, Al mâidah: 72
[14] QS. Al Baqarah: 105
[15] QS. Al Baqarah: 109&120
[16] QS. Ali Imran: 69
[17] QS. At Taubah: 32
[18] QS. Qashash: 46
[19] QS. Ali Imran: 118, Al Mujâdilah: 22, Al Mumtahanah: 1&9
[20] QS. Ali Imran: 28, Al Mâidah: 5
[21] QS. Al Mâidah: 64, At Taubah: 29
[22] QS. Ali Imran: 120
[23]AL Qurthubi, Al Jâmi’u li Ahkâmil Qur’ân, Cairo: Maktabah At Taufiqiyyah, jil. VI, h. 212
[24] QS. At Taubah: 29
[25] QS. Al Baqarah: 256
[26] QS. Al Mumtahanah: 8
[27] QS. Ali Imran: 113
[28] QS. Al Mâidah: 83
[29] QS. Al Mâidah: 73
[30] QS. Ali Imran: 78
[31]QS. Al Mâidah: 73
[32] QS. At Taubah: 30
[33] QS. Al Mâidah: 5
[34] QS. Al Mumtahanah: 10
[35] AL Qurthubi, Op cit. Jil. VI, h. 70
[36] QS. Ash Shaf:6
[37] QS. Al Baqarah: 221
[38] Dr. Rauf Syalabi, Terj; Distorsi Sejarah dan Ajaran YESUS, Jaktim: Pustaka Al Kautsar, 2001, h. 197
[39] Yusuf Qardhawi, As Siyâsah Asy Syar’iyyah, h. 209
[40] Asy Syafi'i, Op cit. Jil. V, h. 10
[41] Dr. Rauf Syalabi, Op cit. h. 196
[42] QS. At Tahrîm: 6

Jumat, 17 Juni 2011

Cara Log in Blogspot bagi yang tidak menggunakan acount google

hari ini saya posting cara log in to blogspot bagi yang tidak menggunakan acount google (gmail.com), sebetulnya tidak terlalu sulit menggunakan blogspot, tapi kadang bagi kita yang baru belajar dan kebetulan tidak menggunakan acount gmail.com jd kebelinger ketika hendak log in (masuk) ke blogspot. 
Ni saya kasih tutorial dasar bagi yang mau log in blogspot tapi bingung karena menggunakan email yahoo.com
1. log in ke blogger.com dulu
nih bisa lihat tampilan log in blogspot, walaupun google masukan email yahoo.com anda beserta passwordnya
tampilan halaman log in blogspot













2. Setelah log in anda tidak akan langsung masuk ke settingan blogspot karena email anda menggunakan yahoo.com. maka akan akan meminta vertification, seperti tampilan dibawah ini













3. Setelah anda klik tulisan click here maka akan tampil seperti gambar dibawah ini

tampilan verificaton













4.setelah anda klik tulisan click here yang ini, insya Allah anda sudah bisa masuk dashboard blogspot, dan akan tampil gambar seperti dibawah ini
 











nah anda kalau sudah masuk tampilan ini berarti anda sudah masuk acount blogger.com atau blogspot.com, oke selamat utak atik blogspot. dan anda pun sudah mempunyai web pribadi, seperti para artis...hehe...Good Luck..




Kamis, 16 Juni 2011

Menghafal Al-Qur'an

Pendahuluan
Tahfizh Al-Qur'an adalah kegiatan menghapalkan  Al-Qur'an yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kegiatan Tahfizh merupakan bagian dari agenda umat islam yang telah berlangsung secara turun temurun semenjak Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad sampai saat ini dan sampai waktu yang akan datang nanti. Fenomena menghapal kitab suci agama samawi dalam hal ini Al-Qur'an adalah salah satu ciri khas yang dimiliki umat islam dan tidak dimiliki oleh umat lainnya. Adalah satu keistimewaan  Al Qur'an dimana Al-Qur'an mudah dihapalkan oleh semua kalangan, baik orang arab sendiri maupun orang yang non arab yang sama sekali tidak mengerti arti kata kata yang ada dalam Al-Qur'an. Bahkan bisa dihapalkan oleh anak kecil yang umurnya kurang dari 10 tahun. 
Definisi Tahfizh
Tahfizh adalah kata bentukan atau masdar dari kata Haffazha-Yuhaffizhu-Tahfizhan artinya menghapalkan atau menjadikan orang lain menjadi hapal. Sama seperti ungkapan : 'Allama –Yu'allimu-Ta'liiman, artinya mengajarkan kepada orang lain tentang sesuatu hal sehingga orang lain menjadi tahu. Kata "Hifzhul Qur'an" berarti menghapal Al-Qur'an atau menjaganya. Kata dasarnya adalah (Ha'-Fa'-Zha) yang artinya berkisar kepada : memperhatikan sesuatu, menjaganya, sehingga tidak lupa dan  tidak hilang.  Ibn Faris dalam kitabnya "Mu'jam Maqayis al-Lughah berkata :
مقاييس اللغة - (ج 2 / ص 70)
(حفظ) الحاء والفاء والظاء أصلٌ واحد يدلُّ على مراعاةِ الشيء. يقال حَفِظْتُ الشيءَ حِفْظاً. والغَضَبُ: الحفيظة؛ وذلك أنّ تلك الحالَ تدعو إلى مراعاة الشيء. يقال للغَضَب الإحفاظ؛ يقال أحفَظَنِي أي أغضَبَني. والتحفظ: قلّة الغَفلة. والحِفاظ: المحافَظة على الأمور.

Sementara al-Azhari dalam kitabnya "Tahdzib al-lughah" mengatakan:                          

قال الليث: : الحِفْظ: نقيض النسيان، وهو التَّعاهد وقلة الغفلة. والحفيظ: الموكل بالشئ يحفظه، يقال: فلانٌ حفيظنا عليكم وحافظنا.
( تهذيب اللغة - (ج 2 / ص 85)
    Bahwa kata "Hifzh" adalah lawan dari lupa, selalu memerhatikan. Kata "al-Hafiizh" adalah orang yang diserahi satu hal agar menjaganya. Salah satu Nama Allah adalah "al-Hafiizh" yang artinya Yang selalu menjaga langit, bumi seisinya. Tidak pernah lalai atau lupa. Dengan demikian siklus perjalanan planet bisa berjalan dengan baik, tidak bertabrakan antara satu dengan lainnya. Lauh Mahfuzh arti asalnya adalah papan (yang digunakan untuk menulis) yang dijaga. Jika dikatakan :
   ( رجل حافظ وقوم حفاظ وهم الذين رزقوا حفظ ما سمعوا وقلما ينسون شيئا يعونه  
artinya : seorang atau kaum yang penghapal, mereka dianugerahi hapalan yang kuat, jarang sekali lupa apa yang telah mereka hapalkan. .والمحافظة: المواظبة على الأمر. Kata "al-Muhafazhah" artinya menjaga sesuatu secara terus menerus.

قال الله جل وعز: (حافظوا على الصَّلوات) أي واظبوا على إقامتها في مواقيتها. ويقال: حافظ على الأمر والعمل وثابر عليه بمعنى وحارض وبارك إذا داوم عليه.
 .
menjaga salat berarti teus menerus melaksanakan salat pada waktunya masing masing.
Dilihat dari pengertian diatas bisa dikatakan bahwa "Hifzhul Qur'an" adalah usaha seseorang untuk menjaga, memperhatikan, Al-Qur'an dengan menghapalkannya agar supaya tidak hilang dari ingatan dengan cara selalu membacanya, menjaga hapalannya secara terus menerus agar supaya tidak lupa atau hilang dari ingatan.  Tahfizh Al-Qur'an adalah usaha menjadikan orang lain menjadi hapal Al-Qur'an. guru mengaji yang menerima setoran anak anak yang menghapal Al-Qur'an dinamakan "Muhaffizhul Qur'an". di Mesir orang tersebut dijuluki "al-Faqi" asalnya al-Faqih, kemudian ya'nya dibuang.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh para penghapal Al-Qur'an adalah bahwa hapalan seseorang mudah hilang dari ingatan jika orang tersebut tidak membacanya secara berulang ulang dengan hapalan. Hal ini berbeda dengan ilmu ilmu lainnya. Nabi pernah mengingatkan kepada para penghapal Al-Qur'an agar supaya memerhatikan dan menjaga hapalannya, sebab Al-Qur'an itu sangat mudah hilang dari ingatan jika tidak diperhatikan dan dijaga. Nabi berkata :
صحيح مسلم - (ج 1 / ص 544)
عن عبدالله قال  : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم بئسما لأحدهم يقول نسيت آية كيت وكيت بل هو نسى استذكروا القرآن فلهو أشد تفصيا من صدور الرجال من النعم بعقلها.
(artinya : Nabi berkata : jelek sekali jika seseorang berkata : aku lupa ayat ini dan ayat itu. dia (sebenarnya) dia dilupakan. Bersungguh sungguhlah mengingat Al-Qur'an, sungguh Al-Qur'an itu lebih gampang lepas dari ingatan sesorang daripada unta yang ada di kandangnya).
Dari ungkapan Nabi diatas Nabi mengingatkan kepada para penghapal Al-Qur'an selalu membaca Al-Qur'an dari waktu ke waktu agar hapalannya tidak cepat hilang. Digambarkan dalam hadis tersebut bahwa jika pemilik unta tidak selalu menengok unta yang ada di dalam kandangnya, unta tersebut akan cepat keluar dan mencari makanan sendiri.
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 1921)
حدثنا محمد بن العلاء حدثنا أبو أسامة عن بريد عن أبي بردة عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه و سلم قال
 : ( تعاهدوا القرآن فوالذي نفسي بيده لهو أشد تفصيا من الإبل من عقلها )
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 1920)
حدثنا عبد الله بن يوسف أخبرنا مالك عن نافع عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال
 : ( إنما مثل صاحب القرآن كمثل صاحب الإبل المعلقة إن عاهد عليها أمسكها وإن أطلقها ذهبت )
Ada salah satu hikmah dibalik itu ialah agar para penghapal Al-Qur'an sangat memerhatikan Al-Qur'an dengan selalu membacanya setiap waktu.
Praktek Menghapal Al-Qur'an di Pesantren
Di pesantren yang khusus  menghapalkan Al-Qur'an ada semacam kesamaan tentang cara menghapalkan Al-Qur'an. Diantara hal yang dilakukan oleh para santri dalam proses menghapalkan Al-Qur'an adalah sebagai berikut :
1. Mushaf
Biasanya mushaf yang di gunakan oleh para santri  untuk menghapalkan Al-Qur'an adalah mushaf terbitan "Menara Kudus". Mushaf ini pada awalnya adalah Mushaf yang ditulis oleh orang Turki. Lalu mushafnya disebut dengan mushaf "Bahriyyah", karena diterbitkan oleh percetakan "Bahriyyah" di Turki. Percetakan "Menara Kudus" mengkopi mushaf ini lalu menerbitkannya sendiri. Mushaf ini dinamakan juga mushaf "Ayat Pojok" dimana setiap pojoknya merupakan akhir ayat. Mushaf yang demikian ini juga dinamakan "Mushaf Lil Huffazh" atau mushaf untuk para penghapal Al-Qur'an.  Mushaf pojok seperti "Mushaf Bahriyyah" ini juga digunakan oleh mushaf terbitan "Mujamma'Malik Fahd " di Madinah. Hanya saja kalau mushaf Madinah ditulis dengan Rasm Usmani oleh Usman Thaha, sementara Mushaf Bahriyyah menggunakan Rasm campuran. Ada Usmani dan ada Imla'inya.
Mushaf ayat pojok sendiri ada berbagai macam. Karakteristik dari mushaf "bahriyyah"  ini adalah sebagai berikut :
1. Terdiri dari 300 lembar atau 600 halaman. Setiap Juz berisi 10 lembar atau 20 halaman.  Setiap halaman berisi 15 baris. Setiap baris terdiri sekitar 7-8 kosa kata.
2. Pada juz pertama, surah al-Fatihah dan awal surah al-Baqarah sampai ayat 5 ditulis di dua halaman berturut turut. Surah Al-Fatihah di dalaman sebelah kanan, sementara awal al-Baqarah disebelah kiri. Kemudian pada halaman baru sebelah kanan dimulai dengan ayat ke 6. Halaman berikutnya sebelah kiri dimulai dari ayat ke 17, lalu di awal halaman kanan berikutnya adalah ayat 25 terus 30-38-49-58-62-70-77-84-89-94-102-106-113-120-127-135. Ayat terakhir pada juz 1 adalah ayat 141. Ada mushaf ayat pojok yang tidak demikian.
Keistimewaan menggunakan mushaf ayat pojok adalah agar gampang diingat pada saat menghapalkan, apakah bacaannya itu sebelah kiri atau sebelah kanan. Pada baris atas atau tengah atau bawah. Kemudian jika seorang menghapalkan, dia  bisa menghapalkan perpojok atau perhalaman.
Namun kelemahannya adalah bahwa tidak setiap pojok adalah tempat yang bagus untuk waqaf. Sehingga jika santri berhenti pada setiap pojok, misalnya untuk membaca di salat tarawih, ada tempat tempat yang tidak baik untuk waqaf.
2. Materi Hapalan
Santri baru yang akan mengahapalkan mulai menghapalkan dari juz 'Amma dimulai dari surah an-Nas-al-Falaq-al-Ikhlash-al-Lahab dan seterusnya mundur kebelakang. Jika santri tersebut masih awal sekali dalam mengaji, maka santri disuruh mangaji bin-Nazhor (melihat mushaf) terlebih dahulu. Jika sudah lancar, bisa langsung menghapalkan. Ada sebagian guru yang mengetes bacaan santrinya terlebih dahulu. Jika santri bisa membaca bin-nazhor dengan lancar, maka dia bisa langsung menghapalkan.
Kemudian santri disuruh menghapalkan surah surah pilihan yang terdiri dari surah : al-Mulk, Yasin, ad-Dukhan, as-Sajdah, al-Insan, al-waqi'ah, al-Kahf, al-Jum'ah, al-Munafiqun. Maksudnya adalah jika santri tidak bisa melanjutkan menghapalkan Al-Qur'an, maka hapalan tesebut bisa dijadikan modal untuk menjadi imam di kampungnya masing masing. Selanjutnya dia bisa memulai menghapalkan Al-Qur'an dimulai dari surah al-Baqarah dan seterusnya. Ada juga yang melanjutkannya  dari juz 29 terus juz 28 dan seterusnya dengan mundur ke belakang. Ada falsafah dibalik metode ini yaitu bahwa surah surah akhir kebanyakan surah surah Makkiyyah yang dari segi redaksi agak sulit di hapalkan. Jika yang sulit sudah diselesaikan maka untuk menghapalkan surah surah Madaniyah lebih gampang lagi.
3. Cara Menghapalkan
Banyak cara menghapalkan Al-Qur'an.  di negeri negeri  Afrika umpamanya, terutama Afrika Utara, seperti di al-Jazair, Mauritania, Marokko dan lain lainnya, masih banyak anak anak yang disuruh oleh gurunya menuliskan ayat ayat Al-Qur'an di papan dengan pensil. Lalu tulisan tesebut di periksa oleh guru. Jika tulisannya sudah benar, dia disuruh membacanya. Jika bacaannya sudah benar, baru disuruh menghapalkannya. Jika sudah hapal betul, tulisan tersebut dihapus dengan menggunakan batu apung dengan air. Air yang digunakan untuk menghapus tulisan Al-Qur'an dalam "lauh"sisanya dibuang ditempat yang suci. Dan begitu seterusnya. Cara yang demikian ini bisa menyebabkan anak bisa menulis Al-Qur'an dengan baik dan benar. Lama kelamaan tulisannya tambah bagus. Tulisan tangan sendiri akan dengan mudah dihapalkan.
Sementara cara menghapalkan di pesantren pesantren di Jawa khususnya adalah sebagai berikut :
Pertama : menghapalkan ayat demi ayat. Dengan membacanya secara tartil dan bersuara walaupun lirih.  Jika ayat yang pertama sudah dihapal dengan baik dan benar, baru menghapalkan ayat berikutnya. Lalu ayat pertama digabung dengan ayat kedua. Kemudian pindah ke ayat ketiga. Jika sudah hapal, maka ayat kedua dan ketiga dihapalkan. Jika sudah bagus, maka ayat pertama, kedua dan ketiga dibaca dengan hapalan sekaligus. Dan begitu seterusnya. Jika ayatnya panjang, bisa dipotong beberapa bagian. Setiap bagian dihapalkan sampai hapal betul. Lalu menghapalkan potongan berikutnya sampai satu ayat secara sempurna.
Kedua : mengaitkan akhir ayat dengan awal ayat berikutnya. Sebagian Kiai memberikan metode hapalan sebagai berikut : pada saat menghapalkan satu ayat, jangan berhenti pada akhir ayat, tapi lanjutkan pada awal ayat berikutnya. Maksudnya adalah proses menghapalkan ayat di sekaligus kan dengan proses menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya. Karena menghapalkan satu ayat memerlukan pekerjaan sendiri, sementara menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya adalah satu pekerjaan sendiri. Dengan cara menyambung awal ayat diatas, santri sudah tidak memerlukan pekerjaan menyambung ayat dengan ayat berikutnya.
Ketiga: santri menyetorkan hapalannya kepada guru sesuai dengan kemampuannya. Adakalanya setengah halaman/hari, ada juga yang lebih dari itu.  Pada umumnya santri disuruh mengulang materi setorannya  sampai dua kali. Jika masih banyak kesalahan maka guru akan memintanya mengulangi materi hapalan tersebut  pada esok harinya sampai betul betul hapal.
Keempat : jika santri sudah sukses menyetorkan lima juz, biasanya guru menyetopnya untuk me nambah hapalan (istilahnya "ngeloh"). Santri tersebut disuruh mengulangi lagi  membaca dengan hapalan dari juz pertama sampai juz ke lima (akhir materi hapalan) sampai betul betul hapal. Setelah hapalannya bagus, guru akan mempersilahkan santrinya melanjutkan setoran hapalan pada  juz berikutnya.
4. Memelihara Hapalan
Ada beberapa cara agar hapalan santri bisa kuat. Diantara metode yang diterapkan di Pesantren Tahfizh Krapyak (tahun '73) yang pernah penulis ikuti  antara lain adalah sebagai berikut :
Pertama : jam mengaji bagi santri setiap harinya sebanyak tiga kali yaitu sehabis subuh, jam 10 siang dan sehabis magrib. Jam 10 siang hanya khusus untuk "nderes" saja yaitu mengulang-ulangi hapalan yang telah dihapalkan atau menghapalkan materi baru. Sementara untuk waktu magrib dan subuh, antri bisa memilih sendiri, mana yang untuk menambah hapalan dan mana yang untuk "nderes". Yang jelas waktu untuk menambah hapalan hanya satu kali dalam satu hari.
Kedua : setiap pagi jum'at semua santri selepas subuh harus duduk bersama untuk mengadakan "sema'an" yaitu membaca secara tartil apa yang telah dihapalkannya secara bergantian. Setiap santri membaca 1 halaman, sampai waktu Dluha.
Ketiga : pada setiap pertengahan tahun ada tes hapalan dengan mentasmi' hapalannya dihadapan kiai/guru secara bergantian, atau mengadakan tasmi' sendiri secara bergantian sampai khatam.
Keempat : setiap bulan Ramadlan, santri diharuskan membikin kelompok salat tarawih sendiri. Semuanya  harus tampil menjadi imam secara bergiliran. Setiap raka'at satu halaman. Cara seperti ini pernah penulis melihat sendiri di Madinah, dimana banyak anak anak yang membikin tarawih sendiri sendiri. Setiap kelompok terdiri dari dua orang yaitu imam dan makmum. Yang jadi makmum mensima' bacaan imamnya. Lalu bergantian. Yang tadinya jadi imam menjadi makmum.
Kelima: jika santri telah berhasil menyetorkan hapalannya sampai khatam, dia diharuskan memulai "nderes" dari awal lagi secara tartil bahkan seperti "tahqiq" agar hapalannya beul betul kuat. Sampai khatam.
Keenam: jika marhalah ini sudah dilewati, sebelum di wisuda, di sebahagian pesantren, santri diminta untuk membaca Al-Qur'an  satu kali khataman setiap hari sampai 40 hari berturut turut. Inilah masa yang paling menentukan dalam kehidupan santri penghapal AlQur'an.
Di sebahagian pesantren Tahfizh di Jawa ada yang mempunyai cara yang lain dalam hal penerimaan santri yang akan menghapalkan Al-Qur'an. ada yang men-tes terlebih dahulu calon santri yaitu dengan memberikan PR berupa menghapalkan beberapa ayat yang sudah ditentukan. Jika pada saat menyetorkan hapalan tersebut santri bisa menghapalkannya dengan baik, maka santri tersebut dinyatakan lulus dan bisa melanjutkan sebagai santri penghapal Al-Qur'an.
Dalam hal evaluasi juga ada yang menghitung kesalahan hapalan pada saat santri mengikuti ujian semester yang diadakan setiap setengah tahun.  Jika dalam satu juz santri tidak bisa melanjutkan bacaannya sebanyak 5 kali (misalnya, tergantung dari aturan), maka santri tersebut dinyatakan tidak lulus pada semester yang sedang berlangsung. Dia harus mengulangi lagi hapalan pada yang telah dihapalkannya sampai betul betul bagus hapalannya. Dia tidak diperbolehkan menambah hapalannya.
5. Masa Menghafal
Masa menghapal Al-Qur'an berbeda antara satu santri dengan lainnya tergantung dari kecerdasan  (IQ nya) masing masing dan ketekunannya dalam menghapal. Pada umumya selama 3 tahun. Ada juga yang kurang dari itu. Bisa digambarkan, jika setiap hari seorang santri mampu menghapalkan satu halaman, berarti dalam 1 tahun dia bisa menghapalkan 365 halaman. Dikurangi hari hari libur dalam setahun menjadi sekitar 360 halaman. Jika dalam 1 mushaf terdiri dari 600 halaman, maka santri baru khatam Al-Qur'an selama sekitar 2 tahun. Tahun ketiga digunakan untuk "nderes" dan "tartilan". Namun jika santri pada waktu khatam setoran sudah bisa "tartil" sendiri berarti dia bisa menghatamkan Al-Qur'an selama dua tahun saja.
Dengan cara lain, Jika setiap hari santri mampu menghapal satu baris, maka dia baru hapal Al-Qur'an setelah 9000 hari, karena mushaf pojok berisi 15 baris pada setiap halamannya. Dalam satu lembar (2 halaman) terdapat 30 baris x 300 lembar = 9000 lembar. Berarti 9000 hari=24 tahun !!!.
6. Do’a Menghafal Al-Qur'an
Sebagian santri dalam rangka mempercepat proses menghapal Al-Qur'an melakukan hal hal riual seperti puasa terus menerus, atau berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Hal ini baik baik saja. Tapi jika dengan puasa dia tidak efektif dalam menghapal Al-Qur'an, maka lebih bagus tidak melakukan hal tersebut.
Ada juga yang mengamalkan doa doa agar bisa mudah menghapalkan Al-Qur'an. tapi bagaimanapun juga kesungguhan seseorang dalam menghapal Al-Qur'an secara "istiqamah" adalah kunci keberhasilan pertama. Adapun cara cara spiritual sebagamana diatas adalah sebagai penunjang saja.
Disebutkan dalam satu Hadis bahwa sahabat Ali mengadu kepada Nabi bahwa dia sulit untuk menghapalkan Al-Qur'an. lalu Nabi menganjurkan kepadanya agar melakukan salat di malam jum'at. Pada raka'at pertama setelah membaca Al-Fatihah membaca surah Yasin. Pada rakaat kedua membaca surah ad-Dukhan. Pada raka'at ketiga membaca surah as-Sajdah. Pada raka'at keempat membaca surah "Tabarak"(al-Mulk)"  Nabi menyuruhnya melakukan hal tersebut selama tiga kali jum'atan atau lima kali, kemudian disuruhnya membaca Doa dibawah ini (dalam kurung) : 
سنن الترمذى - (ج 13 / ص 111)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِىُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِى رَبَاحٍ وَعِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ جَاءَهُ عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ فَقَالَ بِأَبِى أَنْتَ وَأُمِّى تَفَلَّتَ هَذَا الْقُرْآنُ مِنْ صَدْرِى فَمَا أَجِدُنِى أَقْدِرُ عَلَيْهِ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا أَبَا الْحَسَنِ أَفَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِنَّ وَيَنْفَعُ بِهِنَّ مَنْ عَلَّمْتَهُ وَيُثَبِّتُ مَا تَعَلَّمْتَ فِى صَدْرِكَ ». قَالَ أَجَلْ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلِّمْنِى.
قَالَ « إِذَا كَانَ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَقُومَ فِى ثُلُثِ اللَّيْلِ الآخِرِ فَإِنَّهَا سَاعَةٌ مَشْهُودَةٌ وَالدُّعَاءُ فِيهَا مُسْتَجَابٌ وَقَدْ قَالَ أَخِى يَعْقُوبُ لِبَنِيهِ (سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّى) يَقُولُ حَتَّى تَأْتِىَ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقُمْ فِى وَسَطِهَا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقُمْ فِى أَوَّلِهَا فَصَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَةِ يس َفِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَ( حم) الدُّخَانَ وَفِى الرَّكْعَةِ الثَّالِثَةِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالم َنْزِيلُ السَّجْدَةَ وَفِى الرَّكْعَةِ الرَّابِعَةِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَتَبَارَكَ الْمُفَصَّلَ فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ التَّشَهُّدِ فَاحْمَدِ اللَّهَ وَأَحْسِنِ الثَّنَاءَ عَلَى اللَّهِ وَصَلِّ عَلَىَّ وَأَحْسِنْ وَعَلَى سَائِرِ النَّبِيِّينَ وَاسْتَغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلإِخْوَانِكَ الَّذِينَ سَبَقُوكَ بِالإِيمَانِ ثُمَّ قُلْ فِى آخِرِ ذَلِكَ
( اللَّهُمَّ ارْحَمْنِى بِتَرْكِ الْمَعَاصِى أَبَدًا مَا أَبْقَيْتَنِى وَارْحَمْنِى أَنْ أَتَكَلَّفَ مَا لاَ يَعْنِينِى وَارْزُقْنِى حُسْنَ النَّظَرِ فِيمَا يُرْضِيكَ عَنِّى اللَّهُمَّ بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ وَالْعِزَّةِ الَّتِى لاَ تُرَامُ أَسْأَلُكَ يَا اللَّهُ يَا رَحْمَنُ بِجَلاَلِكَ وَنُورِ وَجْهِكَ أَنْ تُلْزِمَ قَلْبِى حِفْظَ كِتَابِكَ كَمَا عَلَّمْتَنِى وَارْزُقْنِى أَنْ أَتْلُوَهُ عَلَى النَّحْوِ الَّذِى يُرْضِيكَ عَنِّى اللَّهُمَّ بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ وَالْعِزَّةِ الَّتِى لاَ تُرَامُ أَسْأَلُكَ يَا اللَّهُ يَا رَحْمَنُ بِجَلاَلِكَ وَنُورِ وَجْهِكَ أَنْ تُنَوِّرَ بِكِتَابِكَ بَصَرِى وَأَنْ تُطْلِقَ بِهِ لِسَانِى وَأَنْ تُفَرِّجَ بِهِ عَنْ قَلْبِى وَأَنْ ِم-َعقطشىَشْرَحَ بِهِ صَدْرِى وَأَنْ تَغْسِلَ بِهِ بَدَنِى لأَنَّهُ لاَ يُعِينُنِى عَلَى الْحَقِّ غَيْرُكَ وَلاَ يُؤْتِيهِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ الْعَلِىِّ الْعَظِيمِ)
 يَا أَبَا الْحَسَنِ تَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ أَوْ خَمْسَ أَوْ سَبْعَ تُجَابُ بِإِذْنِ اللَّهِ وَالَّذِى بَعَثَنِى بِالْحَقِّ مَا أَخْطَأَ مُؤْمِنًا قَطُّ ». قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ فَوَاللَّهِ مَا لَبِثَ عَلِىٌّ إِلاَّ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا حَتَّى جَاءَ عَلِىٌّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى مِثْلِ ذَلِكَ الْمَجْلِسِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى كُنْتُ فِيمَا خَلاَ لاَ آخُذُ إِلاَّ أَرْبَعَ آيَاتٍ أَوْ نَحْوَهُنَّ وَإِذَا قَرَأْتُهُنَّ عَلَى نَفْسِى تَفَلَّتْنَ وَأَنَا أَتَعَلَّمُ الْيَوْمَ أَرْبَعِينَ آيَةً أَوْ نَحْوَهَا وَإِذَا قَرَأْتُهَا عَلَى نَفْسِى فَكَأَنَّمَا كِتَابُ اللَّهِ بَيْنَ عَيْنَىَّ وَلَقَدْ كُنْتُ أَسْمَعُ الْحَدِيثَ فَإِذَا رَدَّدْتُهُ تَفَلَّتَ وَأَنَا الْيَوْمَ أَسْمَعُ الأَحَادِيثَ فَإِذَا تَحَدَّثْتُ بِهَا لَمْ أَخْرِمْ مِنْهَا حَرْفًا. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِنْدَ ذَلِكَ « مُؤْمِنٌ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ يَا أَبَا الْحَسَنِ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لاَ نَعْرِفُهُ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ الْوَلِيدِ بْنِ مُسْلِمٍ.
7. Kegiatan Setelah Khatam (Hapal) Al-Qur'an
Setelah santri hapal Al-Qur'an, dia dihimbau untuk terus membaca Al-Qur'an dengan hapalan secara periodik. Apakah setiap seminggu sekali khatam. Atau setiap dua minggu sekali khatam.atau setiap bulan sekali khatam. Semuanya tergantung situasi dan kondisi. Cara lain agar supaya hapalannya tetap melekat adalah menjadikan hapalannya sebagai bacaan salat, baik salat fardlu atau salat sunnah, terutama di malam hari. Baik salat sendiri atau sebagai imam.
Salah satu cara lagi adalah dengan mendirikan kelompok sema'an di setiap daerah. Mereka berkumpul satu bulan sekali untuk mengadakan "sema'an" di salah satu anggota kelompok tersebut secara bergiliran.
Penutup
Demikianlah sekilas tentang seluk-beluk cara menghapalkan Al-Qur'an di pesantren pesantren yang ada di Jawa sebagaimana apa yang pernah penulis lakukan dan yang saya amati. Perlu kiranya dilakukan penelitian tentang prosentasi keberhasilan para santri yang menghapalkan Al-Qur'an di Pesantren pesantren Tahfizh Al-Qur'an, agar bisa diketahui faktor penyebab kesuksesan atau ketidak suksesan mereka. Semoga  bermanfaat.
                       

Rabu, 15 Juni 2011

Cara menambah postingan di blogspot

Jika anda sudah bisa membuat blog sendiri di blogger blogspot, tapi sekarang anda belum bisa cara membuat postingannya.. Inilah tutorial yang tepat untuk anda simak.. pertama tama yang musti anda lakukan untuk membuat postingan artikel kedalam blog anda adalah anda login terlebih dahulu ke blogger.com dengan menggunakn email account anda.. masih inget kan cara loggin ya..? Nah setelah anda berhasil login atau masuk kehalaman dahsboard blogger anda, silahkan anda cari menu yang bertuliskan " NEW POST " atau dalam bahasa indo " ENTRI BARU ".

contoh halaman dashboar blogspot

contoh hal posting baru pada blogspot

Setelah itu anda tinggal membuat postingannya di halaman yang barusan anda buka tersebut.. untuk di kotak kecil paling atas anda masukkan judul atau title artikel yang ingin anda bikin, dan untuk kotak yang gede / besar anda isi dengan isi postingan artikel anda... Udah dech tinggal mempublikasikannya.. Ingat untuk mempublikasikan langsung postingan artikel yang barusan anda buat maka anda harus menekan tombol yang berwarna orange yang bertuliskan " PUBLISH POST " , dan kalo tombol yang berwarna biru yg bertuliskan " SAVE NOW " / " SIMPAN SEBAGAI DRAFT " itu untuk sekedar menyimpan hasil artikel anda dan bisa anda publikasikan sewaktu waktu lewat menu " EDIT ENTRI " yang berada di atas sebelah kiri deketnya " ENTRI BARU " ...mudah kan....
O iy sedikit lagi nih, anda juga dapat menambahkan Label sesuai kategori tulisan anda. untuk membuatnya anda cukup menuliskan nama label baru jika belum terdapat nama label semacam. Tapi, jika sudah terdapat lebel/kategori yang anda maksud, anda cukup memilih nama label yang ada.
Oke dech sekarang anda bisa mempublikasikan hasil karya anda sendiri.. selamat berkarya yah...
Jika masih ada yang bingung mengenai tulisan diatas silahkan ditanyakan aja yah.. moga aja bisa membantu.. syukron

Senin, 13 Juni 2011

Cirebon-Banten (1500-an -1812)

Kalangan kesultanan di Cirebon meyakini, pendiri Cirebon adalah Pangeran Walangsungsang. Ia kemudian digantikan oleh Syarif Hidayatullah yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati yang lahir pada 1448. Dialah yang membangun kesultanan tersebut. Ayahnya ulama dari Timur Tengah, sedang ibunya dipercaya sebagai putri Raja Pajajaran.

Sunan Gunung Jati mempunyai ikatan erat dengan Demak. Jika di Demak posisi "raja" dan "ulama" terpisah, Sunan Gunung Jati adalah "raja" sekaligus "ulama". Ia mengenalkan Islam pada masyarakat di wilayah Kuningan, Majalengka hingga Priangan Timur. Bersama kerajaan Mataram, Kesultanan Cirebon mengirim ekspedisi militer untuk menaklukkan Sunda Kelapa (kini Jakarta) di bawah Panglima Fadhillah Khan atau Faletehan, pada 1527.

Sekitar tahun 1520, Sunan Gunung Jati dan anaknya, Maulana Hasanuddin melakukan ekspedisi damai ke Banten. Saat itu kekuasaan berpusat di Banten Girang di bawah kepemimpinan Pucuk Umum -tokoh yang berada di bawah kekuasaan Raja Pakuan, Bogor. Pucuk Umum menyerahkan wilayah itu secara sukarela, sebelum ia mengasingkan diri dari umum. Para pengikutnya menjadi masyarakat Badui di Banten, sekarang. Maulana Hasanuddin lalu membangun kesultanan di Surosowan, dan Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon.

Setelah Raden Patah meninggal, begitu pula Dipati Unus yang menyerbu Portugis di Malaka, kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Trenggono. Sunan Gunung Jati-lah yang menobatkan Sultan Trenggono. Anaknya, Maulana Hasanuddin dinikahkan dengan Ratu Nyawa, putri Sultan Demak itu. Mereka dikaruniai dua anak, Maulana Yusuf dan Pangeran Aria Jepara -nama yang diperolehnya karena ia dititipkan pada Ratu Kalinyamat di Jepara.

Di Cirebon, dalam usia lanjut Sunan Gunung Jati menyerahkan keraton pada cicitnya, Panembahan Ratu. Setelah itu, kesultanan dipegang oleh putranya, Pangeran Girilaya. Setelah itu Cirebon terbelah. Yakni Kesultanan Kasepuhan dengan Pangeran Martawijaya Samsuddin sebagai raja pertamanya, dan Kasultanan Kanoman yang dipimpin Pangeran Kartawijaya Badruddin. Pada 1681, kedua kesultanan minta perlindungan VOC. Posisi Cirebon tinggal sebagai simbol, sementara kekuasaan sepenuhnya berada di tangan VOC.

Sementara itu, Banten justru berkembang menjadi pusat dagang. Maulana Hasanuddin meluaskan pengembangan Islam ke Lampung yang saat itu telah menjadi produsen lada. Di Banten tumbuh tiga pasar yang sangat sibuk. Ia wafat pada 1570. Sedangkan putranya, Maulana Yusuf menyebarkan Islam ke pedalaman Banten setelah ia mengalahkan kerajaan Pakuan pada 1579. Maulana Muhammad -putra Maulana Yusuf-tewas saat mengadakan ekspedisi di Sumatera Selatan (1596), kesultanan lalu dipegang Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651).

Pada masa itulah, kapal-kapal Belanda dan Portugis berdatangan ke Banten. Demikian pula para pedagang Cina. Ketegangan dengan Kesultanan Banten baru terjadi setelah Sultan Abdul Mufakir wafat, dan digantikan cucunya Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu, Sultan Ageng didampingi ulama asal Makassar Syekh Yusuf. Tokoh ini berperan besar dalam perlawanan Kerajaan Gowa (Makassar) di bawah Sultan Hasanuddin terhadap VOC. Sultan Ageng Tirtayasa yang menganggap kompeni menyulitkan perdagangan Banten, memboikot para pedagang Belanda.

Persoalan muncul setelah Sultan Ageng Tirtayasa menyerahkan kekuasaan pada anaknya yang baru pulang berhaji, Abdul Kohar Nasar atau Sultan Haji (1676). Sultan Haji lebih suka berhubungan dengan kompeni. Ia memberi keleluasaan pada Belanda untuk berdagang di Banten. Sultan Ageng Tirtayasa tak senang dengan kebijakan itu. Para pengikutnya kemudian menyerang Istana Surosowan pada 27 Februari 1682. Sultan Haji pun minta bantuan dari Belanda. Armada Belanda -yang baru mengalahkan Trunojoyo di jawa Timur-dikerahkan untuk menggempur Sultan Ageng Tirtayasa.

Para pengikut Sultan Ageng Tirtayasa pun menyebar ke berbagai daerah untuk berdakwah. Syekh Yusuf lalu dibuang ke Srilanka -tempat ia memimpin gerakan perlawanan lagi, sebelum dibuang ke Afrika Selatan. Di tempat inilah Syekh Yusuf menyebarkan Islam. Sedangkan Banten jatuh menjadi boneka Belanda. Daendels yang membangun jalan raya Anyer-Panarukan kemudian memindahkan pusat kekuasaan Banten ke Serang. Istana Surosowan dibakar habis pada 1812.

Pada tahun 1887, setelah meledak wabah penyakit anthrax tahun 1880 yang menewaskan 40.000 orang dan letusan Gunung Krakatau 23 Agustus 1883 yang menewaskan 21 ribu jiwa, Kiai Wasid dan para ulama memimpin pemberontakan heroik di Cilegon.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More